Suaranusantara.online
PULAU KOMIREAN, MADURA – Sebuah jembatan yang pembangunannya penuh kejanggalan dan terkesan “siluman” di Pulau Komirean, Kecamatan Ra’as, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, menuai keraguan dan ketakutan dari masyarakat setempat.
Jembatan selebar 2 meter dengan panjang diperkirakan 35 meter ini dibangun pada tahun 2024 dengan anggaran lebih dari Rp 400 juta yang bersumber dari Dana Desa (DD)
Kejanggalan proyek ini mulai terendus dari kualitas konstruksi yang dinilai sangat buruk dan asal jadi.
Menurut sumber terpercaya, campuran mortir yang digunakan tidak sesuai standar, pasir yang dipakai adalah pasir laut lokal berwarna putih, besi yang digunakan hanya berukuran 10 polos, dan tiang jembatan hanya ditancapkan tanpa adanya cakar penguat yang lazim digunakan untuk konstruksi sejenis.
Kepala Dusun Komirean, Yasir, membenarkan adanya kendala dalam pembangunan jembatan tersebut.
Yasir
Ia mengungkapkan, bahwa proyek sempat terhenti selama lebih dari dua bulan akibat tidak adanya pengiriman material dari Pemerintah Desa Gowa-gowa.
“Pembangunannya sempat mandek 2 bulan lebih, karena tidak ada pengiriman material dari pemerintah Desa Gowa-gowa Kecamatan Ra’as,” ungkap Yasir saat ditemui awak media, Jumat (4/4/2025).
Lebih lanjut, Yasir mengaku tidak mengetahui secara pasti mengenai anggaran pembangunan jembatan tersebut.
“Mengenai anggaran saya tidak dikasih tahu olehnya kepala desa, saya hanya diperintahkan mengawasi pekerja,” imbuhnya.
Keresahan masyarakat tidak hanya terbatas pada kualitas konstruksi yang meragukan. Beberapa warga mengeluhkan lokasi jembatan yang dianggap tidak tepat dan jauh dari pemukiman.
Mereka merasa jembatan tersebut tidak akan efektif untuk menunjang aktivitas bongkar muat maupun kegiatan sehari-hari.
“Letaknya jauh dari rumah kami, bagaimana kami mau memanfaatkan untuk bongkar muat kalau lokasinya seperti ini,” keluh salah seorang warga kepada media ini.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Desa Gowa-gowa memilih untuk bungkam. Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp tidak mendapatkan respons dari pihak terkait.
Ketidakjelasan informasi mengenai anggaran, kualitas konstruksi yang mencurigakan, dan lokasi yang dinilai tidak strategis, semakin menambah keraguan dan ketakutan masyarakat Pulau Komirean untuk memanfaatkan jembatan yang seharusnya menjadi fasilitas publik tersebut.
Proyek “ajaib” ini justru menimbulkan tanda tanya besar dan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan dana desa serta keselamatan pengguna jembatan di masa depan.
(GUSNO)