Suaranusantara.online – Gowa, Sulsel – Sebuah insiden menghebohkan terjadi di wisata Cimory Land, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), ketika seorang pawang buaya bernama Baco Dg Rani diterkam buaya hingga mengalami luka robek dan patah tulang di tangan kanannya. Kejadian ini berlangsung pada Senin (17/2) malam sekitar pukul 22.30 Wita.
Kapolsek Parangloe AKP Muh Ashar mengungkapkan bahwa peristiwa ini terjadi saat pihak pengelola wisata sedang melakukan mediasi dengan sekelompok warga yang mengaku sebagai keluarga buaya dan berupaya membawa reptil tersebut pulang. Warga yang mengklaim memiliki hubungan dengan buaya itu telah mendatangi lokasi sejak Sabtu (15/2) untuk meminta pemulangan hewan tersebut.
“Kita masih berbincang-bincang dengan BKSDA dari pihak BKO, termasuk pengelola Cimory Land dan masyarakat yang ada di situ,” kata AKP Muh Ashar kepada Suaranusantara.online, Selasa (18/2/2025).
Namun, di tengah proses mediasi, rombongan warga yang datang dengan empat mobil pikap tiba-tiba turun ke kolam tempat buaya disimpan. Baco Dg Rani, sebagai pawang yang dipercaya oleh warga untuk berkomunikasi dengan buaya, ikut turun ke kolam dan mencoba berbicara dengan hewan tersebut. Nahas, buaya justru menerkamnya.
“Saya tidak memperhatikan karena kita masih asyik berbicara tentang solusi besok setelah diambil BKSDA dengan pihak perusahaan. Tiba-tiba ada teriakan dari bawah bahwa pawang tersebut digigit ataupun diterkam oleh buaya,” ungkap Ashar.
Akibat serangan buaya, Baco Dg Rani mengalami luka robek serius dan patah tulang di tangan kanannya akibat efek putaran buaya saat menerkam. Korban segera dilarikan ke Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Unismuh Makassar di Jalan Tun Abdul Razak, Gowa.
“Tidak sampai putus, hanya robek dan ada patah tulang karena buaya cenderung berputar saat menerkam mangsanya,” jelas Ashar.
Petugas kepolisian kemudian menyusul korban ke rumah sakit untuk memastikan kondisinya. Insiden ini semakin menambah kontroversi terkait klaim warga yang menyebut diri sebagai keluarga buaya dan berupaya membawa hewan tersebut pulang.
“Pawang yang dibawa oleh masyarakat ini ditugaskan untuk berkomunikasi dengan buaya sebelum dipulangkan. Mereka percaya bisa berbicara dan memerintah buaya, meskipun kami telah berusaha melarangnya,” pungkas Ashar.
Hingga kini, pihak berwenang masih menyelidiki insiden ini dan mempertimbangkan langkah-langkah selanjutnya terkait keberadaan buaya di Cimory Land serta klaim yang diajukan oleh warga tersebut.