Tumpang Tindih Lahan di IUP PT Timah Rugikan Negara dan Rusak Lingkungan

Pangkalpinang – Tumpang tindih lahan di atas wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tidak hanya menghambat operasional perusahaan, tetapi juga merugikan negara dan merusak lingkungan. Pengamat Hukum dan Tata Kelola Pertambangan Timah, Firdaus Dewilmar, menegaskan bahwa permasalahan ini harus segera dituntaskan.

“Proses pertambangan timah yang bersifat aluvial dan upaya reklamasi pascatambang menjadi sangat sulit bagi PT Timah. Akibatnya, negara dirugikan, masyarakat terkena dampaknya, dan lingkungan mengalami kerusakan serius,” ujar Firdaus, Jumat (21/2/2025).

Firdaus mengungkapkan, tumpang tindih lahan menyebabkan biaya produksi membengkak dan pasokan bijih timah tidak optimal, sehingga mengganggu kinerja operasi PT Timah. Menurutnya, penguasaan lahan secara ilegal di atas IUP PT Timah jelas melanggar Undang-Undang Pokok Agraria dan berbagai peraturan lainnya, terutama jika terjadi di kawasan hutan, sempadan pantai, bahkan di laut.

“Hampir seluruh wilayah IUP PT Timah dikuasai kelompok masyarakat dan korporasi dengan modus seolah-olah memiliki hak garap atau sertifikat. Ini jelas kesalahan prosedural dan substansial yang bisa dibatalkan secara hukum,” tegasnya.

Firdaus juga menyoroti potensi tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Jika ada penyalahgunaan kewenangan oleh aparat pemerintah yang menyebabkan kerugian negara, maka unsur korupsi sudah terpenuhi.

“Tumpang tindih lahan sering terjadi karena ketidaksesuaian antara IUP dengan tata ruang, HGU, kawasan hutan, dan permukiman. Lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah memperburuk situasi, apalagi jika ada klaim masyarakat adat yang berbenturan dengan konsesi pertambangan,” kata Firdaus.

Ia mendesak agar pemerintah segera menyelesaikan persoalan ini guna memastikan bisnis pertambangan berjalan sesuai aturan dan reklamasi pascatambang dapat dilaksanakan dengan baik.

“Jika aturan ditegakkan, hilirisasi timah bisa berjalan sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo. Bisnis pertambangan akan tumbuh, ekonomi terdorong, dan lingkungan bisa dipulihkan sesuai ketentuan yang berlaku,” pungkasnya.

(Sumber Tempo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *