Bangka Tengah – Polemik terkait keterlambatan pembayaran Jasa Pelayanan (JP) bagi pegawai yang bertugas malam hari di RSUD Drs. H. Abu Hanifah Bangka Tengah terus menuai perhatian publik. Hingga kini, honor sejak Januari 2025 belum dibayarkan, meski keluhan terus berdatangan dari para pegawai.
Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman, memilih bungkam saat dikonfirmasi oleh tim Jurnalis Babel Bergerak (Jobber) pada Rabu (24/4/2025). Pesan WhatsApp yang dikirimkan kepada Bupati terkirim, namun hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan resmi atau klarifikasi.
Setidaknya, tiga pertanyaan utama diajukan kepada Bupati Bangka Tengah:
Bagaimana sikap Pemkab Bangka Tengah dalam menyikapi masalah keterlambatan pembayaran JP ini?
Apakah sistem pembayaran melalui aplikasi dianggap tidak transparan?
Benarkah ada perbedaan nominal JP antar pegawai dengan beban kerja yang serupa?
Sementara itu, beberapa pegawai RSUD yang enggan disebutkan namanya menyampaikan keresahan mereka. “Kami sudah bekerja sesuai jadwal malam, tapi honor belum juga masuk. Tidak ada kejelasan kapan dibayarkan,” ujar seorang pegawai.
Selain keterlambatan, pegawai juga mengungkapkan isu ketidaksesuaian nominal honor. “Ada yang terima lebih besar, ada yang lebih kecil, padahal beban kerjanya sama,” ungkap pegawai lainnya.
Sistem pembayaran JP yang dilakukan melalui aplikasi juga menjadi sorotan karena dinilai kurang transparan. Pegawai merasa tidak memiliki akses informasi yang jelas terkait perhitungan dan proses pencairan honor mereka.
Direktur RSUD, dr. Lismayoni, sebelumnya telah membantah dugaan ketidaktransparanan pembayaran JP. Dalam rilis resmi pada Selasa (23/4/2025), ia menyatakan bahwa penetapan JP melibatkan pegawai, konsultan, dan dituangkan dalam Peraturan Bupati Nomor 44 Tahun 2024.
Namun, ia mengakui adanya keterlambatan pembayaran honor pegawai malam karena kendala ketersediaan dana. “Pembayaran honor dinas malam akan segera dilakukan begitu dana tersedia,” ujar dr. Lismayoni.
Publik kini menunggu langkah tegas dari Bupati Algafry Rahman untuk menyelesaikan polemik ini. Di tengah dorongan transparansi dan akuntabilitas, sikap bungkam dari pimpinan daerah dianggap mencederai kepercayaan pegawai dan masyarakat terhadap pengelolaan keuangan pemerintah daerah.
Kejelasan dan solusi konkret diharapkan dapat segera disampaikan untuk memulihkan kepercayaan serta memastikan hak para pegawai RSUD terpenuhi. (JB)