Kepala Puskesmas Batang-batang. (Foto: Dok)
Suaranusantara.online
SUMENEP, JAWA TIMUR – Ketidaktransparanan menyelimuti Puskesmas Batang-Batang, Kabupaten Sumenep. Kepala Puskesmas, dr. Sulaiha Riningsih, M.Si., memilih tutup mulut saat dikonfirmasi soal anggaran perjalanan dinas pelayanan kesehatan penyakit menular dan tidak menular yang mencapai ratusan juta rupiah.
Anggaran yang dipertanyakan berjumlah Rp 91.040.000 untuk tahun 2023 dan melonjak drastis menjadi Rp 133.920.000 pada tahun 2024, kenaikan hampir 50% dalam setahun. Hingga Senin (15/12/2025), dr. Sulaiha yang dikonfirmasi langsung di ruang kerjanya, tidak memberikan klarifikasi apapun terkait realisasi dana tersebut.
Kebisuan pejabat ini bukan sekadar masalah etika, tetapi berpotensi melanggar beberapa ketentuan hukum:
1. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Setiap badan publik, termasuk puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), wajib menyediakan dan memberikan informasi publik. Penolakan tanpa alasan yang sah dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana.
2. Permendagri No. 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Setiap pengeluaran APBD harus memiliki Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang lengkap dan dapat diverifikasi. Ketidakmampuan menjelaskan realisasi anggaran mengindikasikan potensi pelanggaran pengelolaan keuangan daerah.
3. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Minimal Kesehatan. Anggaran perjalanan dinas untuk pengendalian penyakit menular dan tidak menular harus terdokumentasi dengan jelas: tujuan, peserta, hasil kegiatan, dan bukti pelaksanaan. Tanpa itu, dana bisa dikategorikan sebagai pemborosan atau penyalahgunaan.
4. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika terbukti ada penggunaan anggaran fiktif atau mark-up, pelaku dapat dijerat dengan pasal korupsi dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun.
Yang lebih mengkhawatirkan, sikap serupa ditunjukkan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes P2KB Kabupaten Sumenep, H. Ahmad Syamsuri, S.Kep, Ns., MH. Ketika dimintai konfirmasi, jawabannya hanya sebuah pesan singkat:
“Nanti coba saya konfirmasi mas.” Senin, 15/12/2025
Hingga berita ini diturunkan, tidak ada tindak lanjut dari pihak Dinkes. Kebisuan bertingkat ini menimbulkan pertanyaan besar: apa yang disembunyikan?
Di tengah 30 Puskesmas yang beroperasi di 27 kecamatan Kabupaten Sumenep, setiap rupiah anggaran wajib dipertanggungjawabkan melalui mekanisme yang ketat.
Namun, ketidakmampuan memberikan informasi justru memicu dugaan adanya praktik tidak sehat dalam pengelolaan keuangan negara.
Pertanyaan kritis yang harus dijawab:
Berapa kali perjalanan dinas dilakukan pada 2023 dan 2024?
Siapa saja yang melakukan perjalanan dinas?
Kemana tujuan perjalanan dan apa hasilnya bagi masyarakat?
Apakah ada bukti riil seperti tiket, hotel, atau laporan kegiatan?
Mengapa anggaran melonjak 50% dalam setahun?
Penolakan memberikan informasi publik ini bukan hanya melanggar prinsip transparansi, tetapi juga mengindikasikan potensi penyimpangan serius yang harus diusut tuntas.
Dalam konteks hukum pidana, perjalanan dinas fiktif atau penggelembungan biaya dapat dikategorikan sebagai:
Penggelapan dalam jabatan (Pasal 374 KUHP)
Pemalsuan dokumen (Pasal 263 KUHP)
Tindak pidana korupsi (UU Tipikor)
Publik berhak tahu: kemana uang rakyat mengalir? Apakah perjalanan dinas benar-benar dilaksanakan atau hanya ada di atas kertas?
Kami mendesak:
Inspektorat Kabupaten Sumenep segera melakukan audit investigatif
Kejaksaan Negeri Sumenep membuka penyelidikan dugaan korupsi
BPKP atau BPK melakukan audit forensik terhadap anggaran Puskesmas Batang-Batang
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep menggunakan hak interpelasi untuk memanggil pejabat terkait.
Jika terbukti ada kejanggalan, pelaku harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Uang negara bukan untuk digelapkan, melainkan untuk kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik, setiap warga negara berhak mengajukan keberatan jika permintaan informasi ditolak tanpa alasan yang sah. Masyarakat Sumenep dapat melaporkan dugaan pelanggaran ini ke:
Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur
Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur
Hotline pengaduan korupsi KPK: 198
Transparansi bukan pilihan – itu kewajiban hukum!
Kejujuran dalam pengelolaan uang rakyat adalah prasyarat kepercayaan publik terhadap pemerintahan. Ketika pejabat memilih bungkam, rakyat berhak menuntut kejelasan melalui jalur hukum.
Kami tetap membuka ruang klarifikasi bagi dr. Sulaiha Riningsih, M.Si. dan H. Ahmad Syamsuri, S.Kep, Ns., MH. serta pihak-pihak terkait untuk memberikan penjelasan resmi. Hak jawab dijamin sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999.
(GUSNO)








