Suaranusantara.online
KANGAYAN, SUMENEP – Di balik rimbunnya hutan pinggiran Kecamatan Kangayan, tersembunyi tragedi kemanusiaan yang mencoreng wajah pelayanan kesehatan Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur.
Pasangan suami istri berinisial F, keduanya penderita kusta dengan cacat fisik permanen, terpaksa menghabiskan sisa hidup mereka dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
F dan istrinya, yang sudah puluhan tahun menderita kusta, kini hidup tersisih dari keramaian penduduk. Kondisi keduanya yang mengalami cacat fisik permanen membuat mereka memilih hidup di pinggiran hutan dengan keadaan seadanya, hanya mengandalkan pemberian masyarakat.
“Saya hanya dapat bantuan beras dua kali 5 kg langsung dari kepala desa. Ketika saya tanyakan mungkin ada bantuan uang, kepala desa bilang tidak ada karena menurut kepala desa bantuan uang tersebut punyanya anak-anak sekolah,” translate dari bahasa Madura ke bahasa Indonesia, ungkap F setahun lalu dengan nada sedih yang menggambarkan kekecewaan mendalam terhadap sistem yang seharusnya melindungi mereka.
Upaya F untuk mendapatkan pengobatan justru berujung pada penolakan yang mencengangkan. Ketika berusaha berobat ke salah seorang perawat berinisial Y di Dusun Arkokap, Desa Timur Jang-Jang, Kecamatan Kangayan, ia hanya diberikan pil putih tanpa penjelasan yang memadai.
Lebih mengejutkan lagi, ketika F berusaha menemui petugas Puskesmas Arjasa berinisial J, ia ditolak secara terang-terangan dengan alasan “dari awal tidak pernah berobat kepadanya.”
Penolakan tersebut menunjukkan sikap diskriminatif yang sangat tidak pantas dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Nurullah, Camat Kangayan yang baru bertugas, menunjukkan kepedulian luar biasa meski masalah kesehatan bukan merupakan bidang langsung kewenangannya.
Sebagai seorang pemimpin yang peduli terhadap masyarakatnya, ia mengambil langkah tegas dengan berencana memanggil Kepala Puskesmas Kangayan, Samsuri, dan Penanggung Jawab Program Kusta, Imran, untuk dimintai pertanggungjawaban.
Pemanggilan ini merupakan respons langsung terhadap laporan investigasi eksklusif yang menyoroti dugaan kelalaian penanganan kusta di tiga desa wilayah Kecamatan Kangayan: Desa Timur Jang-Jang, Daandung, dan Torjak.
Yang membuat situasi ini semakin ironis adalah alokasi anggaran kesehatan Kabupaten Sumenep yang mendapat bantuan khusus dari Gubernur Jawa Timur dalam jumlah yang cukup besar. Namun, dana fantastis tersebut dilaporkan hanya habis untuk “gaji dokter dan perawat,” tanpa ada alokasi khusus untuk program pencegahan dan pengobatan kusta.
Kepala Dinas Kesehatan Sumenep, drg. Ellya Fardansah, M.Kes., tampak menghindari media. Setiap kali dihubungi, alasan yang selalu dikemukakan adalah “ada acara ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.”
Sikap ini menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen pimpinan tertinggi kesehatan Sumenep dalam menangani krisis kusta di Kangayan.
Berdasarkan laporan masyarakat, terutama dari penderita kusta dan keluarga pasien, hingga saat ini belum ada tindakan konkret dari Puskesmas setempat maupun Dinas Kesehatan Sumenep. Penyakit ini telah menjadi “bom waktu biologis” dengan ratusan kasus yang terlambat terdeteksi di wilayah Kangayan.
Penularan kusta di Kangayan sudah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan.
Kinerja Kepala Dinas Kesehatan Sumenep dan Kepala Puskesmas Kangayan beserta petugas Penanggung Jawab Kusta patut dipertanyakan, mengingat tidak adanya program pencegahan yang efektif selama ini.
Pertemuan yang direncanakan antara Camat Nurullah dengan Kepala Puskesmas Samsuri dan Pj. Kusta Imran diharapkan dapat mengungkap alasan di balik lambatnya penanganan kusta dan minimnya program pencegahan yang dilakukan selama ini.
Masyarakat yang tengah berjuang dengan penyakit yang berisiko menimbulkan cacat permanen ini tidak boleh lagi dianggap sebagai “temuan biasa.”
Kelalaian dalam penanganan kusta merupakan kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa ditoleransi lagi.
Kasus pasangan F menjadi cermin nyata dari kegagalan sistem kesehatan di Kangayan.
Sudah saatnya ada tindakan tegas dan komprehensif untuk menyelamatkan masyarakat dari ancaman penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan diobati dengan penanganan yang tepat.
(GUSNO)








