Warga Batu Beriga Geruduk Kantor Desa, Tuntut Transparansi MoU Tambang

Bangka Tengah – Ratusan warga Desa Batu Beriga mendatangi kantor desa pada Jumat, 21 Maret 2025, untuk memprotes penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan pakta integritas antara Kejaksaan Agung dan Bupati Bangka Tengah. Kesepakatan yang ditandatangani sehari sebelumnya di kantor pusat PT Timah Tbk Bangka Belitung itu berkaitan dengan tata kelola pertambangan rakyat.

Protes warga dipicu oleh minimnya keterbukaan informasi mengenai perjanjian tersebut. Masyarakat Batu Beriga secara tegas menolak rencana pertambangan timah di perairan desa mereka, yang selama ini menjadi sumber mata pencaharian nelayan.

Ketua kelompok nelayan Batu Beriga, Tancap, menyatakan bahwa warga telah berjuang menolak pertambangan laut selama 20 tahun. Ia menyesalkan sikap pemerintah desa yang dianggap tidak menghargai aspirasi masyarakat.

“Perjuangan kami menolak tambang sudah berlangsung lama, dan pemerintah desa tahu itu. Sikap mereka kali ini seolah mengabaikan suara ribuan masyarakat yang mendukung penolakan tambang laut di Batu Beriga,” ujarnya.

Kemarahan warga semakin memuncak karena Kepala Desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) hadir dalam pertemuan tanpa memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat. Bahkan, isi MoU dan pakta integritas tersebut tidak pernah disampaikan secara terbuka.

“Pemerintah desa awalnya diam, seakan menunggu reaksi masyarakat. Tidak ada penjelasan resmi soal isi MoU, dan itu yang membuat isu penambangan kembali mencuat. Padahal, kami tetap menolak izin pertambangan (IUP) PT Timah di perairan Batu Beriga,” kata Tancap.

Dalam dialog yang berlangsung di kantor desa, Kepala Desa Batu Beriga, Ghani, membantah bahwa MoU tersebut merupakan bentuk persetujuan terhadap tambang laut. Ia menjelaskan bahwa perjanjian itu lebih kepada pendampingan dalam tata kelola timah secara umum, bukan spesifik untuk Batu Beriga.

“MoU ini bukan kerja sama pertambangan, melainkan pendampingan hukum bagi pemerintah desa. Supaya lebih jelas, nanti kita bersama-sama meminta penjelasan ke Kejaksaan Negeri Bangka Tengah,” ujar Ghani di hadapan warga.

Namun, klarifikasi tersebut dinilai belum cukup oleh warga. Daryus, seorang nelayan, menegaskan bahwa masyarakat tidak hanya membutuhkan pernyataan lisan, tetapi bukti berupa salinan MoU dan pakta integritas.

“Masyarakat butuh bukti tertulis, bukan sekadar klarifikasi. Tapi pihak desa justru menyuruh kami meminta penjelasan langsung ke Kejari,” kata Daryus.

Di sisi lain, Jorgi, seorang pemuda Batu Beriga, meminta Kejaksaan Agung untuk mengevaluasi rencana pertambangan di wilayah mereka. Menurutnya, kesepakatan antara Kejagung, PT Timah, dan BUMDes berpotensi bertentangan dengan semangat antikorupsi yang selama ini dikedepankan.

“Jika benar Kejagung mengawal tambang di Batu Beriga, Jaksa Agung harus mengevaluasi Kajari Bangka Tengah. Tambang laut justru memperburuk tata kelola sumber daya alam di Bangka Belitung,” tegas Jorgi.

Warga kini menunggu kejelasan lebih lanjut. Rencananya, pertemuan lanjutan akan digelar pada Senin, 24 Maret 2025, untuk membahas tuntutan warga terkait transparansi MoU tersebut.

“Jika kepala desa tidak bisa menjelaskan isi MoU, seharusnya mereka berpikir ulang sebelum ikut menandatangani,” pungkas Jorgi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *