PANGKALPINANG— Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi yang terletak di Kampoeng Reklamasi Air Jangkang PT Timah, saat ini menangani rehabilitasi terhadap 20 buaya yang sebelumnya terlibat konflik dengan masyarakat. Buaya-buaya ini dievakuasi dari berbagai lokasi akibat kerusakan habitat mereka yang disebabkan oleh aktivitas penambangan ilegal.
Manager PPS Alobi Air Jangkang, Endy R. Yusuf, menjelaskan bahwa peningkatan konflik antara buaya dan manusia dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh gangguan pada habitat buaya. Penambangan ilegal yang masif mengakibatkan kerusakan ekosistem sungai yang menjadi tempat hidup utama bagi buaya.
“Konflik ini meningkat karena habitat buaya terganggu. Penambangan ilegal tidak hanya mencemari sungai tetapi juga merusak ekosistem yang mempengaruhi keseimbangan ekologis,” kata Endy.
Menurutnya, buaya yang terlibat konflik dengan manusia seringkali berusaha melindungi diri dan mencari tempat baru ketika habitatnya rusak. “Serangan buaya sering kali terjadi bukan hanya karena kelaparan, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan diri,” tambahnya.
Endy menjelaskan bahwa setelah terlibat konflik, buaya biasanya ditangkap oleh masyarakat dan sering kali mengalami kematian akibat perlakuan kasar. “Kami terus mengedukasi masyarakat bahwa buaya adalah satwa yang dilindungi. Setelah penangkapan, kami menerima buaya tersebut untuk direhabilitasi,” jelasnya.
Saat ini, PPS Alobi Air Jangkang hanya dapat melakukan rehabilitasi buaya dan belum memiliki fasilitas khusus untuk melepaskan kembali ke habitat aslinya. “Kami tidak memiliki zona khusus untuk pelepasan buaya yang sudah direhabilitasi, sehingga saat ini mereka tetap berada di PPS Alobi,” ujar Endy.
Ke depan, Endy berharap agar semua pihak dapat bekerja sama dalam menjaga ekosistem satwa liar. “Pertambangan timah harus dikelola dengan baik. Penambangan ilegal merusak lingkungan tanpa ada pihak yang bertanggung jawab,” katanya.
Endy juga menambahkan bahwa PPS Alobi, bersama dengan PT Timah, secara konsisten melakukan rehabilitasi satwa liar dan berupaya untuk merilisnya kembali ke habitat aslinya. Ia berharap perusahaan tambang lain juga melakukan hal serupa untuk mendukung pengelolaan lingkungan yang lebih baik.
“Kami mengajak masyarakat untuk tidak merusak ekosistem dan melindungi satwa liar,” tutup Endy.
Sumber: Timah.com