Suaranusantara.online
SUMENEP, MADURA – Proyek pembangunan tangkis laut dan Tembok Penahan Tanah (TPT) di Desa Sabuntan, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur kini menjadi sorotan tajam dan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Meskipun Kepala Desa Sabuntan, Ar. Rasyid, telah melayangkan hak jawab dan klarifikasi, fakta di lapangan dan kesaksian warga justru menyangkal pernyataannya, bahkan mengarah pada dugaan kuat penyalahgunaan wewenang untuk keuntungan pribadi.

Pada Kamis, 10 Juli 2025, Media Suara Nusantara Online melayangkan surat konfirmasi kepada Kepala Desa Sabuntan terkait temuan tumpukan batu terumbu karang di Pelabuhan Cepon Pulau Sapangkur Besar.
Hasil investigasi media dan keterangan lugas dari masyarakat setempat mengindikasikan, bahwa batu-batu tersebut diduga milik Kepala Desa Ar. Rasyid. Batu-batu karang ini dikumpulkan warga dari laut dan kemudian dibeli oleh Kepala Desa sebagai material untuk proyek tangkis laut, TPT, dan pembangunan jalan di desa.
Kepala Desa Sabuntan (Ar. Rasyid), Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, dengan tegas membantah tuduhan penggunaan terumbu karang. Ia bersikukuh bahwa material batu karang didapatkan dari penjual material resmi, dan proyek dilaksanakan sesuai Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) serta Petunjuk Teknis (Juknis) yang telah disusun pendamping desa, serta diawasi ketat oleh pihak Kecamatan Sapeken. Bahkan, Kades menyatakan bahwa pembangunan Tanggul Penahan Tanah (TPT) telah rampung sepenuhnya dan melalui tahapan evaluasi serta monitoring ketat dari pihak kecamatan setempat.
Namun, bantahan ini berbanding terbalik dengan informasi yang dihimpun Media Suara Nusantara. Masyarakat setempat secara terang-terangan menyatakan bahwa apa yang disampaikan Kepala Desa Ar. Rasyid tidak benar.
Menurut mereka, hingga saat ini tidak ada pembangunan tembok penahan tanah, baik di Pulau Sapangkur Besar, Sapangkur Kecil, maupun di Pulau Sabuntan sendiri.
Keterangan warga ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik korupsi yang masif, termasuk penganggaran fiktif atau tumpang tindih yang setiap tahun dianggarkan namun tidak ada wujud fisiknya.
“Sepengetahuan saya tidak ada satu pun pembangunan tembok penahan tanah yang dibangun disini. Kami yang tinggal disini setiap hari mana mungkin tidak tahu,” ungkap salah seorang warga setempat sekan lalu.
Dugaan pengambilan terumbu karang secara ilegal menjadi perhatian serius karena dampaknya yang merusak ekosistem vital laut. Terumbu karang berfungsi sebagai pelindung alami pantai dari abrasi dan air rob.
Masyarakat menuding Kepala Desa sebagai dalang di balik eksploitasi batu karang dari laut, yang kemudian dibeli untuk kepentingan program dana desa, pembangunan jalan, tembok penahan tanah, dan tangkis laut.
Media Suara Nusantara, sebagai kontrol sosial, mendesak pihak berwenang seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Kepolisian, dan Kejaksaan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, untuk segera menindaklanjuti surat konfirmasi ini.
Langkah ini dinilai krusial demi tegaknya keadilan supremasi hukum dan mencegah kerusakan terumbu karang yang lebih parah. Sanksi tegas juga harus diberikan kepada para pelaku dan pihak yang terlibat.
Situasi ini memicu pertanyaan serius mengenai transparansi dan akuntabilitas proyek pembangunan di Desa Sabuntan, yang ironisnya banyak di antaranya tidak dilengkapi papan informasi atau prasasti.
Masyarakat setempat mengungkapkan kekhawatiran mereka akan banyaknya persoalan terkait dana desa, mulai dari proyek fiktif, tumpang tindih, hingga mark-up anggaran, serta indikasi penyalahgunaan wewenang.
Publik kini menanti tindakan konkret dari aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan tersebut demi terwujudnya pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
(GUSNO)








