Ilustrasi (Ist)
Suaranusantara.online
RAAS, SUMENEP – Polemik pencairan dana Pokok-pokok Pikiran Rakyat (Pokir) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep tahun anggaran 2023 di sebuah bank di Kecamatan Raas, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur semakin dalam dan mengarah pada dugaan tindakan melawan hukum.
Dana bantuan yang seharusnya digunakan untuk merehabilitasi Madrasah Ibtidaiyah (MI) Islamiyah kini mengungkap peran bendahara misterius dan pengakuan Kepala Sekolah (Kepsek) yang mengejutkan terkait proses pencairan.
Investigasi media ini terus menyoroti sosok bendahara MI Islamiyah, seorang ustadz berinisial JS yang berdomisili di Pulau Raas dan bukan merupakan bagian dari staf pengajar maupun administrasi sekolah.
Keberadaannya sebagai pemegang kendali pencairan dana bantuan negara ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai mekanisme yang diterapkan.
Kondisi kepemilikan tanah Yayasan Islamiyah Komirean yang masih berstatus pribadi semakin memperkuat keraguan akan kejelasan peruntukan dana Pokir senilai Rp 100 juta yang dialokasikan untuk MI Islamiyah.
Ketua Yayasan Islamiyah, Ustadz Khairul Umam, tetap pada pernyataannya, bahwa MI Islamiyah berdiri murni atas swadaya masyarakat dan belum pernah menerima bantuan pemerintah.
“Lembaga MI Islamiyah mas dari awal berdiri sampai sekarang murni swadaya masyarakat dan , hingga saat ini belum pernah ada bantuan dari pemerintah baik itu berupa rehab,” tegasnya, Minggu (27/4/2025).
Sementara itu, Kepala Sekolah MI Islamiyah, Ustadz Zainol, yang berdomisili di luar kota, mengakui menerima dana sebesar Rp 30 juta dari JS.
Namun, fakta yang lebih mencengangkan terungkap, bahwa Ustadz Zainol mengaku tidak pernah ikut dalam proses pencairan dana tahap kedua dan tidak pernah memberikan kuasa kepada siapapun, termasuk JS, untuk melakukan pencairan atas namanya.
“Untuk pencairan tahap kedua, saya tidak ikut dan tidak pernah memberikan kuasa kepada siapapun,” ungkap Ustadz Zainol kepada media ini.
Pernyataan Ustadz Zainol ini memunculkan dugaan kuat adanya tindakan pemalsuan atau penyalahgunaan wewenang dalam proses pencairan dana Pokir tahap kedua.
Peran JS yang mengatasnamakan diri sebagai bendahara sekolah MI Islamiyah, padahal berdomisili di luar pulau dan tidak memiliki keterkaitan struktural dengan sekolah, semakin dipertanyakan.
Diduga kuat, JS menjadi aktor utama yang bekerja sama dengan pihak bank penyalur untuk melancarkan aksinya.
Keberadaan dana Pokir sebesar Rp 100 juta yang dialokasikan untuk MI Islamiyah menjadi misteri.
Jika kepala sekolah hanya menerima Rp 30 juta dan tidak mengetahui pencairan tahap kedua, kemana sisa anggaran sebesar Rp 70 juta mengalir?
Lemahnya pengawasan dari Dinas Pendidikan, Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sumenep, serta pihak perbankan yang terlibat dalam penyaluran dana, juga menjadi sorotan tajam.
Struktur kelembagaan sekolah MI Islamiyah yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan juga patut dipertanyakan.
Kasus ini kini berpotensi menyeret lebih banyak pihak dan membuka lebar pintu penyelidikan aparat penegak hukum.
Dugaan pemalsuan dokumen pencairan dan penyalahgunaan dana negara menjadi fokus utama.
Masyarakat menanti transparansi dan pertanggungjawaban dari seluruh pihak terkait untuk mengungkap kebenaran di balik polemik dana Pokir di Raas ini.
Media ini akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
(GUSNO)