Suaranusantara.online
SUMENEP, JAWA TIMUR – Skandal penahanan buku rekening dan Kartu ATM yang mengarah pada penggelapan dan pemotongan dana Program Keluarga Harapan (PKH) di Pulau Saebus, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, kini mencapai puncaknya setelah terungkap upaya penyuapan media dan intimidasi terhadap korban.
Penahanan buku rekening dan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) PKH dengan alasan apapun adalah tindakan melanggar hukum dan berpotensi masuk dalam kategori tindak pidana penggelapan.
Praktik sistematis penahanan buku rekening dan Kartu ATM PKH yang dilakukan agen “Dua Cahaya” selama bertahun-tahun akhirnya terbongkar berkat keberanian Keluarga Penerima Manfaat (KPM) berinisial MT dan korban lainnya.

MT bersama KPM PKH lainnya mengungkap, bahwa buku rekening dan kartu ATM PKH miliknya sejak awal diminta oleh Agen Dua Cahaya, Atro Hidayat bersama istrinya Masita.
Kini pasutri anak mantan Kades Desa Saur Saebus H. Saleh ini berada dalam pusaran hukum yang mengancamnya dengan pidana penjara.
Tindakan pelaku kriminal ini secara tegas melanggar Pasal 372 KUHP (Penggelapan), pelaku dapat dijerat Pasal Berlapis dengan ancaman 4 tahun penjara dan Pasal 374 KUHP (Penggelapan dalam Jabatan) – Ancaman 5 tahun penjara.
Minggu, 20 Juli 2025, media massa membongkar praktik ilegal agen “Dua Cahaya”.
Senin, 21 Juli 2025, dalam kepanikan, agen mulai mengembalikan ATM korban secara bertahap.
Selasa, 22 Juli 2025, MT kembali menuntut buku rekening Bank Mandiri miliknya – di sinilah skala penipuan yang sesungguhnya terungkap.
Dalam aksi putus asa, agen “Dua Cahaya” Atro secara terang-terangan menawarkan suap kepada media dengan pernyataan mengejutkan.
“Pak tidak usah diperpanjang, mau sampean apa, saya paham maksud sampean, sampean mintak berapa, kirim nomor rekening sampean, itu hal yang biasa yang penting aman,” ujar Atro.
Upaya pembungkaman kebenaran semakin kentara ketika salah seorang tokoh masyarakat Saebus memberikan cibiran kepada media yang mengawal kasus ini.
Perilaku mencurigakan ini menguatkan dugaan adanya aliran dana suap dari agen “Dua Cahaya” untuk menutup-nutupi kejahatan mereka.
Kepala Bidang Linjamsos Dinas Sosial, Hendra, memberikan keterbukaan informasi yang membantu membongkar jaringan kecurangan ini, menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberantas mafia bantuan sosial.
Praktik kriminal ini tidak hanya merugikan MT, tetapi ratusan KPM di Pulau Saebus yang selama ini menjadi korban eksploitasi sistematis. Para korban kini berani berbicara setelah melihat keberhasilan pembongkaran awal ini.
Kasus ini menuntut respons cepat dari pihak Kepolisian, untuk melakukan proses hukum segera terhadap pelaku, Kejaksaan, tuntutan maksimal sesuai pasal berlaku, Pengadilan, vonis yang memberikan efek jera dan Pemerintah, untuk segera reformasi sistem pengawasan PKH.
Kasus Pulau Saebus menjadi peringatan keras, era imunitas mafia bantuan sosial telah berakhir!
Siapa pun yang mencoba mengeksploitasi hak rakyat kecil, menyuap media, atau mengintimidasi korban akan berhadapan dengan hukum yang tegas dan masyarakat yang tidak akan diam.
Media ini mengajak seluruh KPM yang mengalami praktik serupa untuk berani melaporkan kejadian mereka, kebenaran akan selalu menang, dan keadilan akan ditegakkan!
Untuk informasi lebih lanjut atau melaporkan kasus serupa, hubungi redaksi melalui kontak yang tersedia.
Media ini berkomitmen penuh untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.
(GUSNO)








