Warga Paiker-Empat Lawang Kritik Keras Polda Bengkulu Atas Penganiayaan Korban Salah Tangkap

 

SUARANUSANTARA ONLINE //  Empat Lawang-Sumsel.
Pada Senin 5/6/2023 sekira pukul 02.00 dini hari, jajaran Polda Bengkulu melakukan penangkapan terhadap Fiterson warga Desa Lawang Agung Kecamatan Pasemah Air Keruh (Paiker) Kabupaten Empat Lawang-Sumsel, lebih kurang 50 orang personil mengepung kediaman Fiterson untuk melakukan penangkapan atas dugaan terlibat pencurian dan penjualan sepeda motor di Provinsi Bengkulu.

Atas peristiwa tersebut menimbulkan perbincangan publik yang mengarah pada kekesalan dan kritikan, karena setelah kurang dari 24 jam ternyata Fiterson dilepaskan mengingat tidak ada alat bukti untuk menjerat nya.

Konon ketika penangkapan tersebut Fiterson dimasukan kedalam mobil dan mulutnya di isolasi menggunakan lapban, saat itulah introgasi dimulai agar Fiterson mengakui atas tuduhan tersebut, dengan nada suara yang keras disertai dengan tamparan kewajah dan kepala secara bertubi-tubi diprediksi agar Fiterson mengakui perbuatan yang dituduhkan, namun Fiterson tetap bertahan tidak mengakui perbuatan tersebut meskipun dirinya jadi bulan-bulanan tamparan petugas, akhirnya Fiterson dilepaskan dan kembali kerumah nya.

Saat dikonfirmasi di rumah nya yang saat itu ramai dikunjungi warga setempat bahkan dari desa lain dalam Kecamatan Paiker Fiterson menyebutkan,” Demi Allah kalau saya terlibat dalam pencurian motor tersebut, saya ditangkap karena keterangan salah satu dari tiga pelaku yang telah ditangkap Polda Bengkulu, namun saya tidak menggobres soal penangkapan itu, yang membuat saya sedih dan ingat terus karena lebih kurang 10 orang anggota polisi Polda Bengkulu menganiaya saya dengan menampar muka, kepala dan bagian badan saya disertai dengan bentakan agar saya mengakui nya, bukan hanya saya yang teraniaya keluarga saya pun merasa teraniaya karena malu atas peristiwa ini, kami orang miskin tidak mampu melawan aparat tapi saya mohon kepada Pak Kapolri serta Polda Sumsel dan Polda Bengkulu untuk menindak tegas aparat tersebut, bukan kah hukum berlaku untuk setiap orang termasuk polisi, dan apakah penganiayaan itu dibenarkan bagi polisi”, terang Fiterson nada sedih

Saat ini Fiterson beserta keluarga dan masyarakat Paiker menunggu kebijakan Kapolri, Polda Sumsel dan Polda Bengkulu untuk membuktikan dimata hukum semua orang sama tanpa terkecuali bagi polisi sendiri, atas sikap arogansi yang dilakukan secara tidak manusiawi tersebut.

Menurut mantan pengurus FKKP Paiker Hendri Kusuma, polisi dilarang melakukan kekerasan saat bertugas, larangan ini tertuang dalam pasal 10 huruf c peraturan Kapolri no. 8 tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar hak azazi manusia dalam penyelenggaraan tugas polri.

“Kita sepakat atas kometmen Polri untuk memberantas kriminalitas curanmor dan curas tapi dengan cara yang profesional dan proporsional karena Polri penegak hukum sekaligus pengayom masyarakat, hendaknya harus mematuhi azaz praduga tidak bersalah serta melakukan prosedur standar hukum yang berlaku, kita buktikan apakah kepolisian serius menjalankan tugas nya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, kejadian ini merupakan tolak ukur kita”, terang Hendri.

Sementara menurut Sudarwin, SMHK., Berdasarkan pasal 12 huruf e PerPolri 7/2022 mengatur bahwa setiap anggota polri dilarang untuk bersikap, berucap dan bertindak sewenang-wenang, selain itu menurut pasal 13 huruf m PerPolri 7/2022 polisi juga dilarang untuk melakukan tindakan kekerasan, berprilaku tidak patut dan kasar.

“Perlu bukti-bukti yang kuat untuk menangkap dan menghukum seseorang yang dicurigai melakukan pelanggaran hukum, apabila orang yang dicurigai tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum aparat harus bertanggung jawab terhadap perbuatan kekerasan atau penganiayaan yang telah dilakukan”, terangnya.

Kejadian ini menjadi perbincangan publik di Kecamatan Paiker hingga ke medsos, serta mendapat respon dari warga Paiker yang ada dirantauan, serta berharap agar Kapolri, Polda Sumsel dan Polda Bengkulu untuk menindak tegas anggota yang arogansi dan dinilai tidak mengerti hukum padahal polisi sebagai pelaksana hukum, terang beberapa warga di perantauan. (Yayan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *