Tantangan PLTN di Pulau Gelasa, Apakah Jaminan untuk Rakyat Bangka Belitung?

Oleh: Bangdoi Ahada

OPINI, Suaranusantara .online– Pulau Gelasa yang merupakan pulau kecil diantara Pulau Bangka Pulau Belitung, kini menjadi perbincangan publik.

Di tengah wacana transisi energi nasional, Pulau Gelasa ini digadang-gadang sebagai lokasi pembangunan PLTT berbahan bakar thorium. Rencananya proyek ini akan menjadikan wilayah tersebut sebagai “pionir” energi nuklir berbasis thorium di Indonesia.

Namun banyak pihak mulai mengangkat pertanyaan kritis: teknologi ini belum pernah beroperasi komersial skala besar di dunia, bagaimana kesiapan masyarakat, dampaknya bagi rakyat Bangka Belitung, dan bagaimana sikap instansi serta masyarakat setempat bersikap.

Jika melihat secara global, memang ada beberapa negara telah serius melakukan penelitian atau pengembangan teknologi pembangkit berbasis thorium, meskipun hingga saat ini belum ada pembangkit komersial skala besar yang sudah beroperasi penuh (atau setidak-nya publikasi yang sangat jelas menunjukkan hal itu).

Beberapa kondisi global:

India misalanya, memiliki program pengembangan siklus bahan bakar thorium sejak lama, terutama karena sumber thorium-nya banyak di India. Salah satu contoh adalah reaktor eksperimental KAMINI yang menggunakan uranium-233 hasil siklus thorium.

China: mengembangkan proyek reaktor molten-salt berbasis thorium. Sebagai contoh, proyek “TMSR” dan target demonstrator 10 MW atau lebih telah dipublikasikan.

Banyak negara lain tercatat dalam penelitian thorium (seperti AS, Inggris, Jerman, Belanda) namun masih pada tahap riset, belum pembangkit komersial.

Jadi kondisi nyata yang ada saat ini, belum ada laporan tepercaya bahwa PLTT thorium komersial besar sudah beroperasi secara komersial dan luas. Sebagian besar masih dalam tahap riset, pengujian prototipe, atau studi kelayakan.

Misalnya di China disebut rencana demonstrator, bukan operasi penuh komersial.

Selain itu juga belum ditemukan publikasi yang dengan jelas menampilkan survei dukungan publik khusus untuk PLTT berbasis thorium di suatu negara secara terbuka dengan hasil lokal yang detail (misalnya menuju masyarakat sekitar lokasi pembangunan).

Dampak Bakal Diterima Rakyat Babel Jika PLTT Jadi di Pulau Gelasa

Rencana pembangunan PLTT di Pulau Gelasa membawa sejumlah potensi dampak—baik peluang maupun risiko—yang perlu dipahami oleh masyarakat:

Peluang / manfaat:

Proyek ini diproyeksikan dapat meningkatkan keamanan energi bagi Bangka Belitung dan mendukung transisi energi serta pengurangan emisi karbon.

Potensi investasi besar: perusahaan PT ThorCon Power Indonesia telah menyiapkan dana investasi sekitar Rp 17 triliun untuk PLTT di Pulau Gelasa.

Potensi lapangan kerja, pengembangan industri hilir di wilayah Bangka Belitung—terutama karena wilayah kaya mineral dan bahan baku thorium dan lainnya.

Namun dampak atau risiko yang akan menjadi kekhawatiran bagi masyarakat juga tidak bisa begitu saja dihilangkan.

Karena teknologi pembangkit berbasis thorium belum terbukti secara komersial besar di dunia, ada ketidakpastian teknis dan operasional yang berarti bagi masyarakat: jika terjadi gangguan, maka risiko sosio-lingkungan bisa lebih besar.

Dampak lingkungan: meskipun pihak perusahaan menyatakan “dampak dapat dimitigasi”.

Namun masyarakat harus waspada terhadap potensi radiasi, limbah, perubahan ekosistem, atau bencana teknis – karena belum ada preseden besar.

Perubahan ruang hidup: pembangunan besar seperti PLTT bisa mengubah tata ruang, akses masyarakat, dan potensi penggusuran lahan, terutama di pulau kecil atau daerah pesisir.

Persepsi Publik dan Kekhawatiran

Sebuah penelitian lokal menyebut dinamika sosial dan kebijakan terkait energi nuklir berbasis thorium di Kabupaten Bangka Tengah cukup kompleks.

Untuk menghadapi rencana ini secara bijaksana, pemerintah daerah (Provinsi Bangka Belitung dan Kabupaten Bangka Tengah) perlu melakukan beberapa langkah strategis:

Diantarnya, perlu melakukan sosialisasi publik yang transparan, menjelaskan teknologi, risiko, manfaat, dan alternatifnya secara jujur kepada masyarakat lokal—termasuk warga yang berdekatan dengan Pulau Gelasa dan sekitarnya.

Memastikan kajian kelayakan dan studi EIA/AMDAL yang independen dan bisa diakses publik, serta pengawasan ketat terhadap mitigasi dan rencana pemulihan lingkungan.

Menyelaraskan tata ruang dan regulasi dengan perubahan: Pemerintah pusat perlu mengeluarkan regulasi (misalnya Perpres) untuk kepastian hukum proyek tersebut.

Menetapkan mekanisme pengawasan dan partisipasi masyarakat: kehadiran masyarakat dalam pengambilan keputusan penting agar tidak terjadi asimetri informasi atau ketidakadilan.

Menyiapkan rencana pengembangan alternatif atau mitigasi sosial bagi masyarakat yang terdampak (misalnya pindah lahan, perubahan mata pencaharian, pelatihan kerja) agar proyek tidak hanya menimbulkan manfaat bagi investor saja, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat lokal.

Mencermati aspek keamanan, keselamatan nuklir, dan kebijakan limbah: walaupun disebut sebagai energi dengan emisi rendah, aspek keselamatan harus dipahami dan dijamin.

Sementara itu bagi masyarakat setempat, sikap yang yang bisa dipilih antara lain:

Bersikap terbuka namun kritis: mendukung upaya peningkatan akses energi atau kemandirian energi, tetapi juga menanyakan dengan tegas “apa jaminan kita?”, “apa risikonya?”, “siapa yang akan bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan?”.

Meminta informasi lengkap: masyarakat berhak mendapatkan data tentang proyek (tes keandalan, skema keselamatan, rencana limbah, kompensasi sosial, perubahan lingkungan) sebelum setuju atau terlibat.

Mengorganisir diri: melalui forum masyarakat, LSM lingkungan, tokoh masyarakat untuk memastikan suara lokal didengar dan tidak diabaikan.

Memastikan adanya mekanisme kompensasi dan manfaat langsung: masyarakat harus memastikan bahwa jika proyek berjalan, manfaatnya – seperti tenaga kerja lokal, pelatihan, pembangunan infrastruktur – benar-benar dirasakan, bukan hanya janji.

Menjaga ketahanan sosial dan lingkungan: jika masyarakat menemukan indikasi bahwa aspek keselamatan atau lingkungan tidak terjamin, maka menegosiasikan ulang atau menolak jika perlu. Masyarakat tidak boleh dikorbankan atas nama investasi tanpa perlindungan yang jelas.

Kesimpulannya, rencana pembangunan PLTT berbasis thorium di Pulau Gelasa merupakan langkah yang potensial membawa perubahan besar bagi Bangka Belitung—baik secara energi, ekonomi maupun sosial.

Namun karena teknologi ini belum terbukti secara luas komersial di dunia, maka ketidakpastian adalah bagian yang tak bisa diabaikan.

Keberhasilan proyek ini sangat bergantung pada kejelasan regulasi, partisipasi masyarakat, transparansi informasi, dan jaminan keselamatan lingkungan serta sosial.

Masyarakat, pemerintah daerah dan para pemangku kebijakan harus bersama-sama memastikan bahwa proyek ini bukan hanya sekadar janji investasi besar, tetapi benar-benar memberi manfaat yang adil, aman dan berkelanjutan bagi rakyat Bangka Belitung.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *