Skandal PKH di Pulau Saebus: Agen Diduga Tahan ATM dan Gelapkan Dana Bantuan Sosial

Ilustrasi (ist)

Suaranusantara.online

SAPEKEN, SUMENEP – Dugaan praktik penggelapan dana Program Keluarga Harapan (PKH) kembali mencuat di wilayah terpencil Kecamatan Sapeken.

Kali ini, sejumlah ibu-ibu penerima PKH di Pulau Saebus, Desa Saur Saebus, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mengadukan nasib mereka yang telah berlangsung selama kurang lebih tiga tahun kepada media ini.

Menurut tokoh masyarakat setempat sebagai sumber terpercaya juga salah sorang korban, MT dari Dusun Sumur Kembar, mengungkapkan keluh kesahnya melalui sambungan telepon WhatsApp pada Minggu, 20 Juli 2024. Wanita yang enggan menyebutkan nama lengkapnya ini mengaku hanya menerima dana PKH sebesar Rp 450.000 pada periode 2023-2024, dan Rp 750.000 pada tahun 2025.

“ATM dan buku rekening saya ditahan oleh agen PKH di Saebus sampai saat ini tidak diberikan,” keluh MT dengan nada kecewa.

Kondisi serupa dialami oleh beberapa ibu-ibu lainnya di Pulau Saebus, yang merasa haknya sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) telah dilanggar secara sistematis.

Tindakan penahanan ATM dan buku rekening PKH oleh agen penyalur jelas melanggar Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan (Permensos 1/2018).

Regulasi tersebut dengan tegas mengatur, bahwa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan ATM PKH adalah hak milik penuh KPM dan harus dipegang langsung oleh penerima manfaat.

Dari sisi hukum pidana, perbuatan ini dapat dikategorikan sebagai penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHP, terutama jika dilakukan oleh pihak yang memiliki wewenang seperti agen penyalur PKH dan Pendamping PKH. Penyalahgunaan wewenang terkait bantuan sosial dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara yang cukup berat.

Upaya untuk meminta keterangan dari agen penyalur PKH Pulau Saebus berinisial MST masih terkendala jarak geografis yang cukup jauh. Pulau Saebus yang terisolasi membuat akses komunikasi dan investigasi menjadi lebih rumit.

Yang lebih memprihatinkan, dugaan penggelapan dan penahanan kartu ATM PKH ini bukan kasus tunggal. Informasi yang dihimpun menunjukkan praktik serupa hampir terjadi di semua desa dalam wilayah Kecamatan Sapeken.

Ironis, pihak pendamping dan Koordinator Kecamatan (Korcam) yang seharusnya memberikan perlindungan justru terkesan membiarkan situasi ini berlangsung tanpa memberikan pendampingan yang memadai kepada KPM. Bahkan, muncul dugaan keterlibatan mereka dalam praktik yang merugikan masyarakat ini.

Para korban dan masyarakat Pulau Saebus kini berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk mengusut tuntas kasus ini. Mereka menuntut keadilan bagi para penerima PKH yang telah dirugikan selama bertahun-tahun.

Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa pengawasan terhadap penyaluran bantuan sosial di daerah terpencil masih lemah, sehingga membuka celah bagi oknum untuk melakukan praktik koruptif yang merugikan masyarakat miskin.

Laporan ini akan terus diupdate seiring dengan perkembangan investigasi yang sedang berlangsung.

Pihak-pihak yang merasa memiliki informasi relevan dapat menghubungi redaksi.

(GUSNO)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *