PANGKALPINANG, 9 Juli 2025 — Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Pemprov Babel) menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung langkah nasional penanggulangan eksploitasi digital terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI), menyusul tingginya jumlah warga Babel yang menjadi korban jaringan penipuan lintas negara.
Komitmen tersebut ditegaskan dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanganan dan Pelindungan PMI yang digelar di Swiss-Belhotel Pangkalpinang, Rabu (9/7), di mana Bangka Belitung disebut sebagai provinsi dengan jumlah korban PMI terbanyak ketiga secara nasional, setelah Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Dalam rapat yang dihadiri berbagai unsur kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah, Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri Kemenko Polhukam, Muhammad Koba, mengungkapkan bahwa sejak 2021 hingga Maret 2025, sebanyak 7.596 WNI menjadi korban eksploitasi digital di luar negeri, termasuk di Kamboja, Myanmar, Filipina, Laos, dan Thailand. Dari jumlah tersebut, ratusan korban berasal dari Bangka Belitung.
“Korban tak hanya dieksploitasi secara ekonomi, tapi juga secara fisik dan psikologis. Banyak yang dipaksa melakukan penipuan online, bekerja dalam tekanan ekstrem, dan kehilangan akses terhadap kebebasan dasar,” ujar Koba.
Ia menyebut, posisi Bangka Belitung sebagai salah satu provinsi penyumbang korban terbanyak harus menjadi peringatan serius bagi pemerintah daerah. “Ini bukan prestasi. Ini peringatan. Kita semua harus bekerja lebih keras agar kasus ini ditekan hingga ke titik terendah,” tegasnya.
Pemprov Babel dan DPRD Bergerak Cepat
Ketua DPRD Provinsi Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, menyatakan bahwa Pemprov Babel dan DPRD telah menindaklanjuti peringatan ini secara serius. Salah satunya dengan mengirimkan data lengkap 35 warga Babel yang masih menjadi korban dan belum berhasil dipulangkan.
“Data sudah kami serahkan ke pemerintah pusat. Termasuk identitas lengkap, paspor, dan alamat. Kami juga terus berkoordinasi dan mendampingi keluarga korban. Insyaallah mereka dalam keadaan baik,” ujar Didit.
Ia menekankan bahwa pencegahan harus dimulai dari desa. Karena itu, ia mendorong keterlibatan aktif lurah dan kepala desa dalam memantau dan mengedukasi warganya.
“Mereka yang paling tahu siapa warganya yang akan berangkat. Mereka juga yang pertama dimintai keterangan kalau ada yang jadi korban. Maka jangan biarkan ada pembiaran. Edukasi harus sampai ke akar,” tambahnya.
Pemprov Babel juga menerima apresiasi dari Kemenko Polhukam atas respons cepat dan kolaboratifnya. Penghargaan ini diberikan langsung dalam rapat koordinasi, sebagai bentuk pengakuan atas sinergi antara Pemprov dan DPRD dalam melindungi PMI asal daerah.
Strategi Nasional: Satgas, Penegakan, dan Desa Anti-TPPO
Rapat koordinasi ini juga menyoroti strategi nasional melalui Satgas Penanganan dan Pelindungan PMI yang dibentuk Presiden RI sejak Maret 2025. Satgas melibatkan 19 kementerian/lembaga, dengan pendekatan yang mencakup edukasi, penegakan hukum, dan pembentukan Desa Anti-Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Beberapa capaian yang disampaikan antara lain:
23.000 orang telah mengikuti edukasi publik,
8 desa telah menetapkan Peraturan Desa tentang pelindungan PMI,
1.321 calon PMI ilegal berhasil dicegah keberangkatannya,
288 korban diselamatkan dari jalur ilegal,
115 pelaku TPPO ditindak secara hukum.
“Langkah-langkah ini baru awal. Kita butuh sinergi lebih erat dengan pemerintah daerah, terutama seperti yang dilakukan Pemprov Babel. Peran daerah sangat penting untuk deteksi dini dan perlindungan berkelanjutan,” kata Koba.
Rapat ditutup dengan penandatanganan komitmen bersama untuk memperkuat sistem pelindungan PMI, serta penyerahan plakat penghargaan kepada Pemerintah Provinsi dan DPRD Bangka Belitung atas kolaborasi dan kepedulian terhadap isu ini.








