Melki Gani saat memberikan keterangan. (Foto: ist)
Suaranusantara.online
GORONTALO – Organisasi wartawan di Gorontalo mengecam keras tindakan oknum perwira polisi atas dugaan pengrusakan alat kerja jurnalis saat meliput aksi unjuk rasa di depan Polda Gorontalo, Senin (23/12/2024).
Seperti yang disampaikan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Gorontalo Melki Gani, bahwa tindakan menghalang-halangi kegiatan peliputan wartawan, apalagi dilengkapi dengan tanda pengenal, sangat tidak dibenarkan.
Olehnya atas peristiwa ini, IJTI akan mendatangi Polda Gorontalo dan mengadukan peristiwa dimaksud.
“Besok, kita akan datang di Polda untuk melaporkan kejadian tersebut,” tegas Melki.
Senada juga diungkapkan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo, Wawan Akuba. Dia menegaskan, tindakan oknum perwira polisi tersebut yang sangat merugikan kerja-kerja jurnalis di lapangan.
“Kami sangat sesalkan hal tersebut. Ini merupakan bentuk intimidasi. Ini tentunya sangat mencederai kebebasan pers,” imbuh dia.
Wawan berharap kepada yang terhormat Kapolda Gorontalo Irjen Pol Pudji Prasetijanto Hadi agar tidak menutup mata tentang persoalan seperti ini.
Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi dan Pembelaan Wartawan, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Gorontalo Andi Arifuddin meminta agar oknum polisi berpangkat Komisaris Besar itu memberikan penjelasan sekaligus bertanggung jawab akan aksinya.
Dia pun meminta Kapolda Gorontalo untuk mencopot oknum perwira tersebut dari jabatannya jika benar-benar terbukti melanggar.
“Kami nanti akan menyerahkan sepenuhnya kepada Polda Gorontalo. Ketika yang bersangkutan terbukti salah, maka kami meminta Kapolda Gorontalo untuk copot oknum tersebut dari jabatannya,” tegas Andi.
Menurutnya, tindakannya itu merupakan bentuk menghalang-halangi kerja jurnalistik, sebagaimana diatur dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999.
Pasal 4 Undag-Undang Pers mengatur, bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, mengolah, dan menyebarluaskan informasi.
Sementara pasal 18 mengatur bahwa setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik akan diancam pidana maksimal dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Sebelumnya, satu jurnalis Rajawali TV (RTV) Gorontalo, Ridha Yansa menjadi korban pemukulan oleh oknum perwira polisi saat meliput peristiwa unjuk rasa di Polda Gorontalo.
Menurut Ridha, oknum polisi berpangkat Kombes itu diduga melarang wartawan untuk mengambil rekaman video saat aksi unjuk rasa mulai berujung anarkis. Tangan Ridha diduga dipukul oleh oknum perwira tersebut sehingga menyebabkan alat kerja jurnalis milik Ridha rusak berat.
(Red)