PANGKALPINANG,Suaranusantara.online
Museum Timah Indonesia (MTI) di Pangkalpinang, yang dikelola oleh PT Timah, telah menjadi salah satu destinasi edukatif unggulan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Museum yang mulai beroperasi sejak 1997 ini menyajikan sejarah panjang pertambangan timah, dan kini semakin menarik minat kunjungan, baik dari masyarakat lokal maupun wisatawan.
Tingginya reputasi dan pengelolaan Museum Timah Pangkalpinang menarik perhatian PT Bukit Asam, yang baru saja membuka Museum Batu Bara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, pada 2022. Untuk memperdalam wawasan terkait pengelolaan museum, perwakilan PT Bukit Asam melakukan kunjungan studi tiru ke MTI Pangkalpinang pada Rabu (18/9/2024).
Rombongan PT Bukit Asam, yang dipimpin oleh Vice President Pengelolaan Aset dan Infrastruktur Sipil Penunjang, Mohamad Aditya Purwono, disambut langsung oleh Kepala Museum Timah Indonesia, Taufik. Kunjungan ini menjadi kesempatan bagi kedua pihak untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman dalam mengelola museum industri yang sarat dengan nilai sejarah.
Aditya mengungkapkan kekagumannya terhadap MTI Pangkalpinang yang telah lama dikenal masyarakat sebagai pusat edukasi sejarah pertambangan timah. “Museum Timah Indonesia sudah berdiri cukup lama dan berhasil mengedukasi publik mengenai sejarah pertambangan timah, mulai dari awal hingga peran PT Timah dalam perekonomian Bangka Belitung dan Indonesia secara umum,” ujar Aditya.
Dia menambahkan, semangat yang sama dimiliki oleh PT Bukit Asam dalam membangun Museum Batu Bara di Tanjung Enim, dengan tujuan memberikan edukasi tentang sejarah pertambangan batu bara. “Kami ingin mengetahui bagaimana menambah nilai edukatif di museum kami agar tujuan awal pendiriannya tercapai, yaitu memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai batu bara,” jelasnya.
Melalui kunjungan tersebut, Aditya menyebutkan bahwa terdapat beberapa aspek pengelolaan MTI yang bisa diadopsi dan diterapkan di Museum Batu Bara. Salah satu hal yang menarik perhatian adalah penyusunan storyline yang jelas dan mudah dipahami oleh pengunjung, serta pengayaan materi sejarah penambangan.
“Meski Museum Batu Bara kami tergolong baru, ada banyak hal yang bisa kami pelajari dari Museum Timah. Beberapa ide sudah kami catat, seperti menambah materi koleksi dan meningkatkan fasilitas agar pengunjung dapat lebih memahami sejarah pertambangan secara menyeluruh,” tambahnya.
Aditya juga mengapresiasi beberapa fasilitas yang dimiliki MTI, seperti studio mini yang digunakan untuk pemutaran film edukatif tentang pertambangan. Fasilitas ini diharapkan dapat diadopsi oleh Museum Batu Bara untuk memberikan pengalaman interaktif kepada pengunjung.
Selain pengelolaan internal, Aditya juga terkesan dengan upaya MTI dalam mengintegrasikan museum dengan sektor pariwisata. “Pengelolaan Museum Timah sudah sangat baik, bahkan bisa disinergikan dengan sektor pariwisata. Salah satu daya tarik lainnya adalah keberadaan mobil pownis yang menambah pengalaman unik bagi pengunjung,” kata Aditya.
Kunjungan ini diharapkan dapat mendorong PT Bukit Asam untuk semakin mengembangkan Museum Batu Bara sebagai pusat edukasi dan wisata, dengan mengambil inspirasi dari keberhasilan MTI Pangkalpinang yang sudah mapan sebagai museum industri bersejarah.
Museum Timah Indonesia sendiri terus menjadi ikon penting bagi edukasi sejarah industri pertambangan timah di Indonesia, sekaligus mendukung sektor pariwisata di Bangka Belitung.