Ilustrasi (Ist)
Suaranusantara.online
SUMENEP, MADURA – Gelombang skandal menggulung Kabupaten Sumenep menyusul terkuaknya hilangnya mesin kapal Puskesmas Keliling (Pusling) Kangayan senilai miliaran rupiah yang dibawa ke daratan dengan dalih perbaikan, namun berakhir tanpa jejak.
Lebih mencurigakan lagi, bodi kapal kemudian dialihkan sepihak kepada Yayasan Sabet Tani tanpa prosedur resmi yang jelas, dengan dugaan keterlibatan langsung Bupati Ach. Fauzi.
Tragedi bermula pada 2020 ketika mesin kapal Pusling mengalami kerusakan. Mesin tersebut kemudian dikirim ke Sumenep daratan dengan alasan untuk diperbaiki. Namun yang terjadi justru sebaliknya – mesin kapal bernilai ratusan juta rupiah itu menghilang tanpa kejelasan.
“Terakhir saya bertugas sebelum digantikan Samsuri, kapal itu masih ada, hanya mesinnya yang rusak,” ungkap mantan Kepala Puskesmas Kangayan, H. Daeng Masaid melalui sambungan telepon WhatsApp, Kamis 31 Januari 2025.
Kepala Puskesmas Kangayan saat ini, Samsuri, yang menjabat sejak Oktober 2021, menemukan kondisi mencengangkan saat pertama kali bertugas.
“Kapal sudah berada di galangan tanpa mesin. Kemudian tiba-tiba beralih ke tangan yayasan tanpa ada proses yang jelas,” paparnya.
Hingga detik ini, nasib mesin kapal yang konon dibawa untuk diperbaiki masih menjadi misteri. Tidak ada laporan perbaikan, tidak ada bukti pengembalian, bahkan lokasi keberadaannya pun tidak bisa dilacak. Yang pasti, mesin itu lenyap entah ke mana.
Ironi berlapis terjadi ketika bodi kapal yang ditinggalkan tanpa mesin tiba-tiba berpindah tangan.
Yayasan Sabet Tani dari Kecamatan Sapeken mengajukan permohonan resmi kepada Bupati Sumenep untuk “meminjam” kapal tersebut melalui surat yang ditujukan kepada mantan Kepala Dinas Kesehatan, Agus Muliyono, MCH.
Samsuri menegaskan pengalihan aset ini terjadi tanpa sepengetahuan pihak Puskesmas Kangayan sebagai pengguna.
“Kapal Pusling tersebut sudah diminta ke Bapak Bupati Sumenep oleh Yayasan Sabet Tani Kecamatan Sapeken melalui surat resmi kepada Bapak Kepala Dinas Agus Muliyono,” ungkap Samsuri dengan nada kecewa.
Yang membuat situasi semakin keruh, ketika dikonfirmasi pada 10 Februari 2023, Agus Muliyono justru berkilah tidak tahu-menahu soal surat permohonan yayasan. Pejabat yang seharusnya bertanggung jawab atas izin penyerahan aset ini malah mengaku lupa dan menyarankan pelaporan ke aparat hukum, sikap yang sangat mencurigakan.
Bagaimana mungkin seorang Kepala Dinas Kesehatan lupa tentang pengalihan aset senilai miliaran rupiah yang berada di bawah kewenangannya?
Kepala Dinas Kesehatan yang baru, drg. Ellya Fardansah, M.Kes., memang sempat berjanji akan menindaklanjuti kasus ini. Ia menyatakan akan mengecek keberadaan mesin kapal dan mengklarifikasi langsung kepada Bupati Fauzi.
Namun, 2 tahun berlalu, janji tinggal janji. Tidak ada tindakan konkret, tidak ada laporan hasil investigasi, tidak ada kejelasan nasib mesin maupun bodi kapal. Masyarakat kepulauan yang menjadi korban hanya bisa menanti dalam ketidakpastian.
Investigasi lebih lanjut mengungkap fakta mengejutkan: kapal Pusling ini pernah dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye politik Bupati Fauzi bersama anggota dewan berinisial BA di Kecamatan Sapeken.
Sumber terpercaya yang menyaksikan langsung kejadian tersebut mengungkapkan, “Kapalnya itu sempat menjemput bapak bupati dari Kecamatan Sapeken sewaktu kampanye dan beliau dengan anggota dewan tersebut satu malam menginap di pulau ini.”
Fakta ini menguatkan dugaan bahwa hilangnya kapal bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan bagian dari skema sistematis penyalahgunaan aset negara untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.
Kapal Pusling yang kini hilang tanpa jejak sejatinya merupakan hasil pengajuan Puskesmas Kangayan kepada Kementerian Kesehatan RI.
Kapal ini menjadi jalur hidup (lifeline) bagi masyarakat di Pulau Saobi, Bunginyarat, Sapapan, serta Desa Cangkramaan dan Tembayangan yang terisolir di tengah laut.
H. Daeng Masaid mengenang betapa vitalnya kapal tersebut.
“Selama saya bertugas di Puskesmas Kangayan selama dua periode, kapal tersebut sangat membantu untuk kunjungan ke pulau-pulau kecil dan desa terpencil, terutama untuk penjemputan pasien ibu mau melahirkan dan rujukan ke rumah sakit di daratan.”
Kini, tiga desa pesisir dan pulau-pulau kecil di wilayah kerja Puskesmas Kangayan menjadi korban dari permainan para elite.
Hilangnya kapal senilai miliaran rupiah ini bukan hanya kerugian materi negara, tetapi juga merampas hak fundamental masyarakat kepulauan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
Kasus ini meninggalkan sederet pertanyaan krusial:
Kemana perginya mesin kapal yang dibawa ke daratan untuk diperbaiki? Siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya mesin tersebut?
Bagaimana prosedur pengalihan bodi kapal kepada Yayasan Sabet Tani? Mengapa dilakukan tanpa sepengetahuan Puskesmas Kangayan sebagai pengguna?
Mengapa Bupati Fauzi dengan mudah memberikan izin penyerahan aset negara kepada sebuah yayasan tanpa prosedur yang jelas?
Apa alasan sebenarnya di balik pengalihan kapal ini – murni untuk kepentingan sosial atau ada motif politik dan ekonomi?
Mengapa Agus Muliyono yang memberikan izin justru mengaku lupa dan mengelak dari tanggung jawab?
Kapan Kepala Dinas Kesehatan baru akan memenuhi janjinya mengusut kasus ini?
Skandal hilangnya mesin dan pengalihan bodi kapal Puskesmas Kangayan ini menunjukkan bobroknya tata kelola pemerintahan di Sumenep.
Kasus ini menuntut investigasi menyeluruh dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Inspektorat Daerah, serta aparat penegak hukum lainnya.
Masyarakat kepulauan Sumenep berhak mendapat keadilan atas hilangnya fasilitas kesehatan vital yang menjadi hak mereka. Aset negara senilai miliaran rupiah tidak boleh dijadikan tumbal ambisi politik segelintir elite yang rakus kekuasaan.
Pertanyaan terbesarnya: berapa lama lagi masyarakat kepulauan harus menunggu kejelasan nasib kapal yang seharusnya melayani kesehatan mereka?
(GUSNO)








