Suaranusantara.online
SUMENEP, JAWA TIMUR – Tuntutan transparansi pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan dividen kembali mengemuka di Kabupaten Sumenep.
Sorotan kini tertuju pada Direktur PT Wira Usaha Sumekar (WUS), Zainul Ubbadi, yang dinilai belum mampu menunjukkan keterbukaan dalam pelaporan aliran dana strategis tersebut.
Ironi mendera Kabupaten Sumenep. Meskipun tercatat sebagai salah satu daerah penghasil migas yang memberikan kontribusi signifikan terhadap APBN melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sektor pertambangan, kabupaten ini justru masih terjerat dalam lingkaran kemiskinan. Data BPS menempatkan Sumenep sebagai salah satu kabupaten termiskin di Jawa Timur-fakta yang kontras dengan potensi kekayaan alamnya.
Pertanyaan mendasar pun mencuat: ke mana mengalirnya miliaran rupiah DBH Migas dan dividen yang seharusnya menjadi hak rakyat Sumenep?
Catatan tahun 2014 menunjukkan Pemerintah Kabupaten Sumenep menerima DBH Migas sekitar Rp 32 miliar. Namun hingga kini, mekanisme transparansi penggunaan dana tersebut belum pernah dipublikasikan secara komprehensif kepada masyarakat. Ketiadaan laporan pertanggungjawaban yang jelas memicu kecurigaan publik terhadap praktik pengelolaan keuangan daerah.
“Masyarakat berhak tahu kemana perginya uang rakyat. Ini bukan soal jumlah kecil, tapi miliaran rupiah yang seharusnya mengubah wajah kemiskinan Sumenep,” ujar pimred tim media yang enggan disebutkan namanya.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Timur dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Tahun 2020 membuka tabir kelam pengelolaan PT WUS. Audit yang mencakup periode kegiatan investasi dan operasional sejak 2007 hingga 2020 menemukan sedikitnya 15 item kejanggalan signifikan dalam tata kelola perusahaan daerah ini.
Temuan BPK tersebut bukan sekadar catatan administratif, melainkan indikasi kuat adanya mis-manajemen sistemik yang telah berlangsung lebih dari satu dekade. Bahkan, sebagai konsekuensi dari temuan tersebut, Direktur Utama PT WUS periode sebelumnya beserta bendahara perusahaan harus mempertanggungjawabkan kesalahannya di balik jeruji besi.
Kasus hukum yang menjerat pejabat terdahulu seharusnya menjadi pelajaran berharga. Namun, masyarakat Sumenep menilai belum ada perubahan fundamental dalam tata kelola PT WUS di bawah kepemimpinan Zainul Ubbadi.
Publik menuntut beberapa hal mendesak:
Pertama, keterbukaan penuh mengenai aliran DBH Migas dan dividen yang diterima Kabupaten Sumenep dari perusahaan pusat ke perusahaan daerah. Berapa nominal yang masuk? Bagaimana skema pembagiannya? Dan yang terpenting, untuk apa dana itu digunakan?
Kedua, audit menyeluruh dan independen terhadap pengelolaan PT WUS sejak periode kepemimpinan saat ini, guna memastikan tidak ada pengulangan kesalahan masa lalu.
Ketiga, program konkret dan terukur untuk mengembalikan hak masyarakat Sumenep atas kekayaan alamnya yang selama puluhan tahun “digarong” tanpa memberikan dampak kesejahteraan nyata.
Keberadaan BUMD sektor migas seperti PT WUS sejatinya dirancang sebagai instrumen pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya alam demi kesejahteraan rakyat. Namun, ketika transparansi dan akuntabilitas absen, BUMD berpotensi menjadi sarang korupsi dan mis-manajemen yang justru merugikan rakyat.
“BUMD bisa hancur di tangan direksi yang tidak amanah. PT WUS Sumenep sedang berada di persimpangan jalan: mau menjadi aset kesejahteraan atau beban sejarah bagi masyarakat Sumenep,” demikian pernyataan tegas dari pimred tim media.
Dalam ungkapan yang bernada emosional namun sarat makna, masyarakat Sumenep meminta Direktur PT WUS saat ini untuk “segera bertaubat” sebuah tuntutan moral agar segera mengubah pola pengelolaan yang selama ini dinilai merugikan rakyat.
Zainul Ubbadi sebagai nahkoda PT WUS diminta tidak menutup mata terhadap penderitaan rakyat. Kemiskinan struktural yang mengakar di Sumenep bukan sekadar angka statistik, melainkan cerminan kegagalan pemerintah daerah-termasuk BUMD-nya, dalam menjalankan amanah konstitusi untuk mensejahterakan rakyat.
Kabupaten Sumenep kini berada di titik krusial. Dengan kekayaan migas yang melimpah, tidak ada alasan bagi daerah ini untuk terus terpuruk dalam kemiskinan. Yang dibutuhkan adalah political will dari pemerintah daerah, integritas dari jajaran direksi PT WUS, dan pengawasan ketat dari masyarakat sipil serta lembaga pengawas.
DBH Migas dan dividen bukan sekadar angka dalam laporan keuangan. Ia adalah hak rakyat yang harus dikelola secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kesejahteraan. Tanpa itu, PT WUS hanya akan menjadi monumen kegagalan tata kelola sumber daya alam di Indonesia.
Masyarakat Sumenep menunggu. Bukan janji, melainkan bukti nyata.
(GUSNO)








