Suaranusantara.online
SUMENEP, JATIM – Pengelolaan aset daerah di Kabupaten Sumenep kembali tersandung masalah serius. Lima unit motor trail milik Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sumenep dinyatakan tidak dapat ditunjukkan wujud fisiknya saat dilakukan konfirmasi kepada pengurus barang pada 30 Oktober 2025.
Temuan ini memicu pertanyaan besar: kemana perginya aset senilai ratusan juta rupiah milik rakyat tersebut?
Pemimpin Redaksi (Pimred) salahsatu media mendesak Inspektorat Kabupaten Sumenep untuk menjalankan fungsi pengawasan secara optimal dan transparan.
Hilangnya jejak lima motor trail ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan indikasi lemahnya tata kelola aset daerah yang berpotensi merugikan keuangan negara.
“Inspektorat harus turun langsung memastikan dimana keberadaan motor trail tersebut. Ini bukan main-main, aset negara tidak boleh diperlakukan sembarangan,” tegas Pimred.
Kasus ini menjadi tamparan keras, terutama setelah Bupati Sumenep menerbitkan Instruksi Nomor 2 Tahun 2024 tertanggal 2 November 2024 yang secara eksplisit memerintahkan penggunaan dan pengelolaan seluruh fasilitas kantor dan barang milik daerah sesuai peraturan yang berlaku. Instruksi ini sendiri merupakan tindak lanjut arahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menginventarisasi dan mengoptimalkan pengelolaan aset daerah.
Menanggapi temuan tersebut, Kepala Inspektorat Wilayah IV Kabupaten Sumenep, Sri Endah Purnamawati, menegaskan, bahwa pencatatan aset merupakan kewajiban mutlak pengurus barang.
“Setiap pengadaan barang di Satpol PP wajib dicatat dalam buku inventaris. Selanjutnya, barang tersebut harus diserahkan kepada petugas yang berwenang dengan dilengkapi Berita Acara Serah Terima (BAST). Harus jelas siapa yang memegang dan menggunakan kelima motor trail tersebut,” ujar Sri Endah Purnamawati di ruang kerjanya, Rabu (19/11/2025).
Ibu Enda sapaan akrabnya, menekankan bahwa tidak adanya kejelasan keberadaan aset menunjukkan kelalaian dalam pengelolaan barang inventaris. Ia memastikan pihaknya akan menindaklanjuti temuan ini melalui audit mendalam.
Pengelolaan barang milik daerah diatur secara ketat dalam sejumlah regulasi, antara lain:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, yang mengatur bahwa setiap pengelola dan pengguna barang wajib melakukan pencatatan, inventarisasi, dan pelaporan secara tertib.
2. Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang mewajibkan pembuatan Kartu Inventaris Barang (KIB) dan Kartu Inventaris Ruangan (KIR) untuk setiap aset.
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 dan 3 mengatur bahwa penyalahgunaan atau kelalaian dalam pengelolaan aset negara yang mengakibatkan kerugian negara dapat dipidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda minimal Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai ASN. Pasal 6 ayat (1) huruf j menyebutkan bahwa ASN yang tidak memelihara dan merawat barang milik negara dengan baik dapat dikenai sanksi disiplin mulai dari ringan (teguran tertulis) hingga berat (pemberhentian tidak dengan hormat).
Jika kelima motor trail tersebut benar-benar hilang atau disalahgunakan, negara berpotensi mengalami kerugian material. Pengurus barang dan pihak terkait dapat dikenai:
– Sanksi Administratif: Berupa Tuntutan Ganti Rugi (TGR) sesuai Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, dimana pengelola/pengguna barang yang lalai wajib mengganti kerugian senilai barang yang hilang atau rusak.
– Sanksi Disiplin ASN: Mulai dari teguran tertulis, penurunan pangkat, hingga pemberhentian tidak dengan hormat tergantung tingkat pelanggaran.
– Sanksi Pidana: Jika terbukti ada unsur penyalahgunaan atau penggelapan, tersangka dapat dijerat dengan UU Tipikor dengan ancaman hukuman penjara dan denda miliaran rupiah.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya keterbukaan informasi publik dalam pengelolaan aset daerah. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana uang pajak mereka digunakan dan dikelola. Inspektorat Kabupaten Sumenep harus memastikan audit berkala, verifikasi data, dan rekonsiliasi aset dilakukan secara konsisten.
“Kegagalan pengawasan bukan hanya merugikan kas daerah, tetapi juga mengkhianati kepercayaan publik. Masyarakat harus ikut mengawasi agar kasus seperti ini tidak terulang,” tutup Pimred.
Pertanyaan yang kini menggantung adalah: apakah Inspektorat Sumenep akan bertindak tegas dan transparan, ataukah kasus ini akan tenggelam seperti motor trail yang hilang tanpa jejak?
(GUSNO)








