Kontrak Miliaran Rupiah tanpa Jejak: PD Sumekar Diduga Gagal Kelola Saham 49% di PT Petrogas Jatim Sumekar

Suaranusantara.online

SUMENEP, JAWA TIMUR – Kegagalan tata kelola korporasi di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Sumenep kembali mencuat ke permukaan.

Kali ini, sorotan tajam tertuju pada PD Sumekar yang dinilai gagal mengelola aset bernilai miliaran rupiah dari kerja sama dengan PT Petrogas Jatim Utama (PJU).

Seorang pemimpin redaksi media lokal yang nggan disebutkan namanya menilai, kasus ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan indikasi serius tentang lemahnya pengawasan dan akuntabilitas publik.

“Ini bukan soal angka kecil. Kita bicara saham 49% di perusahaan yang bergerak di sektor strategis—migas. Tapi ironisnya, publik tidak pernah tahu berapa nilai riil saham itu, berapa dividen yang masuk ke kas daerah, dan untuk apa uang rakyat itu digunakan,” ujar pimpinan redaksi tersebut dengan nada tegas kepada media ini, Kamis (19/12/2025).

Sejak 2023, pertanyaan mendasar terus menggantung: berapa dividen yang diterima PD Sumekar dari PT Petrogas Jatim Sumekar (PJS)? Hingga kini, tidak ada jawaban transparan dari Direktur PD Sumekar, Hendri Kurniawan.

Pimpinan redaksi itu melanjutkan kritiknya dengan lugas.

“Setiap kali media menanyakan hal ini, jawabannya selalu mengambang. Kadang dialihkan, kadang dijanjikan akan ada klarifikasi, tapi sampai hari ini, nol besar. Ini pola klasik: menghindar karena tidak siap bertanggung jawab,” katanya.

Yang lebih memprihatinkan, Participating Interest (PI) sebesar 10% dari Blok Kangean yang seharusnya menjadi hak PT PJS dan secara tidak langsung menguntungkan PD Sumekar, hingga saat ini masih mandek dalam proses administrasi.

“Proses pengurusan bertahun-tahun tanpa realisasi. Kalau ini bukan kegagalan, lalu apa namanya?” sindir pimpinan media tersebut.

PT Petrogas Jatim Sumekar didirikan pada 5 Desember 2018 melalui Akta Notaris Evie Mardiana Hidayah di Surabaya, dengan pengesahan Menkumham RI Nomor AHU.0001205.AH.01.01.TAHUN 2019 tertanggal 10 Januari 2019.

Komposisi kepemilikan saham jelas: PT PJU menguasai 51%, sementara PD Sumekar milik Pemkab Sumenep memegang 49%. Namun, nilai ekonomis dari kepemilikan 49% tersebut tidak pernah diungkap secara terbuka kepada publik.

“Di sinilah letak masalahnya. Kalau swasta, mereka wajib laporan ke pemegang saham. Ini BUMD, pemegang sahamnya adalah rakyat Sumenep. Tapi rakyat malah tidak tahu apa-apa. Ini namanya pengkhianatan kepercayaan publik,” tegas narasumber yang enggan disebut namanya itu.

Ia menambahkan, kontrak kerja sama yang seharusnya menjadi lokomotif pendapatan asli daerah justru tidak memberikan dampak signifikan bagi masyarakat Sumenep.

“Tidak ada peningkatan layanan publik, tidak ada laporan pertanggungjawaban yang jelas. Lalu, untuk siapa kontrak ini dibuat?”

Pimpinan redaksi tersebut juga menyoroti peran Bupati Sumenep, DR. H. Achmad Fauzi Wongsojudo, SH, MH., dalam mengawasi kinerja BUMD.

“Bupati harus turun tangan. Ini bukan lagi soal internal PD Sumekar, tapi soal kredibilitas pemerintah daerah di mata rakyat. Kalau dibiarkan, ini akan jadi preseden buruk bagi BUMD lainnya,” ujarnya.

Menurutnya, transparansi bukan pilihan, melainkan kewajiban.

“Publik berhak tahu: berapa nilai dividen yang masuk sejak 2023? Berapa kontribusi nyata PD Sumekar untuk pembangunan Sumenep? Kalau tidak bisa jawab, ya mundur saja. Jangan mengelola uang rakyat dengan prinsip ‘tutup mulut, semua aman’,” tegasnya tajam.

Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi kepada Direktur PD Sumekar Hendri Kurniawan belum membuahkan hasil.

Telepon dan pesan tidak direspons. Sementara itu, masyarakat Sumenep menunggu kejelasan nasib aset milik daerah yang seharusnya menjadi sumber kesejahteraan bersama.

(GUSNO)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *