Kerusakan Ekosistem di Kepulauan Sapeken Mencuat

Suaranusantara.online

SUMENEP, JAWA TIMUR – Praktik pengambilan terumbu karang secara ilegal di perairan Kepulauan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, kembali menjadi sorotan tajam.

Aktivitas yang diduga kuat dilakukan untuk kepentingan pembangunan jalan dan tangkis laut ini memicu kekhawatiran serius terhadap kelestarian ekosistem laut yang sangat vital.

Berdasarkan penelusuran di lapangan, tumpukan batu karang tampak jelas di salah satu pelabuhan bongkar muat di salah satu Kepulauan Sapeken.

Pemandangan ini menjadi bukti nyata adanya kegiatan yang sangat bertentangan dengan prinsip keberlanjutan ekosistem terumbu karang.

Yang lebih mengkhawatirkan, sebuah sumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan keterlibatan oknum-oknum penting dalam praktik ilegal ini.

“Itu punyak kepala desa dan Pak Haji,” ujarnya singkat dengan nada ketakutan, Jumat (30/05/2025).

Pernyataan ini mengindikasikan, bahwa terumbu karang yang diambil diduga dibeli oleh oknum kepala desa setempat dan salah sèorang tokoh masyarakat terkemuka.

Praktik perusakan terumbu karang ini jelas merupakan pelanggaran serius terhadap hukum yang berlaku.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 pada Pasal 73 Ayat (1) dengan tegas menyatakan bahwa: “dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit dua miliar dan paling banyak sepuluh miliar. Setiap orang yang dengan sengaja mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu karang sebagaimana dimaksud dalam pasal huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d.”

Ancaman pidana yang berat ini menunjukkan betapa seriusnya dampak yang ditimbulkan oleh perusakan terumbu karang.

Terumbu karang memiliki peran krusial sebagai habitat bagi berbagai biota laut, pelindung pantai dari abrasi, serta sumber penghidupan bagi masyarakat pesisir.

Kerusakan terumbu karang secara masif di Sapeken dapat berdampak pada hilangnya keanekaragaman hayati laut, terganggunya rantai makanan ekosistem, serta ancaman terhadap mata pencarian nelayan lokal.

Menyikapi temuan ini, masyarakat Kepulauan Sapeken mendesak agar pihak berwenang segera bertindak.

Mereka secara khusus meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk segera melakukan evaluasi dan monitoring atas kegiatan yang telah terjadi.

Selain itu, masyarakat juga menuntut adanya tindakan tegas terhadap para pelaku, termasuk oknum-oknum yang diduga terlibat, demi tegaknya supremasi hukum dan perlindungan lingkungan laut.

Kasus pengambilan terumbu karang ini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah daerah dan pusat dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Penindakan yang tegas dan transparan diharapkan dapat menjadi efek jera serta mencegah praktik serupa terulang kembali di masa depan.

(GUSNO)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *