Kembangkan Produk Turunan, UBB Dampingi KUBE Assalam Olah Minyak Atsiri Sapu-Sapu Jadi Biopestisida

Inovasi dari Limbah Hydrosol, Dukung Keberlanjutan Usaha Minyak Atsiri di Desa Mapur

 

Desa Mapur, Bangka –Tumbuhan sapu-sapu (Baeckea frutescens), yang banyak tumbuh liar di hamparan padang pasir Desa Mapur, Kabupaten Bangka, kini tidak hanya menjadi sumber utama produksi minyak atsiri. Melalui pendampingan tim dosen pengabdi dari Universitas Bangka Belitung (UBB), limbah hasil penyulingan minyak atsiri jenis hydrosol kini tengah dikembangkan menjadi produk turunan berupa biopestisida alami.

Inisiatif ini digagas oleh tim pengabdian masyarakat UBB yang diketuai oleh Dr. Nyayu Siti Khodijah, SP., M.Si, dengan anggota Dr. Ir. Ismed Inonu, M.Si dan Occa Roanisca, S.P., M.Si. Program ini didanai melalui skema hibah Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek).

Sejak beberapa tahun terakhir, Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Assalam di Desa Mapur telah mengelola rumah produksi penyulingan minyak atsiri sapu-sapu yang merupakan hibah dari PT Mitra Stania Prima. Namun, tantangan utama muncul karena harga jual minyak atsiri mentah yang rendah, sehingga tidak mampu menutupi seluruh biaya produksi.

“Kami melihat ada potensi besar dari limbah penyulingan yang selama ini dibuang begitu saja. Maka, kami melakukan pendampingan agar limbah hydrosol bisa diolah menjadi biopestisida alami yang memiliki nilai tambah dan bisa mendukung keberlanjutan usaha KUBE,” ujar Dr. Nyayu Siti Khodijah.

Menjawab Tantangan Pasar

Minyak atsiri sapu-sapu memang memiliki manfaat kesehatan dan aroma khas, namun dalam bentuk mentah, harganya belum kompetitif di pasaran. Oleh karena itu, diversifikasi produk melalui pengolahan lanjutan menjadi keharusan.

Menurut tim pengabdi, biopestisida dari hydrosol tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga sesuai dengan kebutuhan petani lokal yang kini mulai beralih ke metode pertanian organik. Produk ini diproyeksikan dapat menekan biaya produksi pertanian serta membuka peluang pemasaran lebih luas jika dilengkapi dengan perizinan resmi.

“Kami juga mendorong agar produk ini tidak hanya berhenti di tahap uji coba, tapi bisa diproduksi massal, dikemas dengan baik, dipasarkan, dan tentu saja mengurus perizinan legalnya agar bisa menjadi produk unggulan Desa Mapur,” jelas Occa Roanisca.

Respons Pemerintah Desa: Harap Berkelanjutan

Kepala Desa Mapur menyambut baik inisiatif dan pendampingan dari pihak universitas serta dukungan pendanaan dari Kemdiktisaintek. Menurutnya, keberadaan akademisi sangat penting dalam mendampingi masyarakat desa agar memiliki usaha yang inovatif dan berkelanjutan.

“Kami berharap kegiatan seperti ini tidak berhenti sampai di sini. Perlu peran akademisi yang terus hadir di desa untuk menguatkan KUBE, supaya usaha masyarakat bisa eksis dan bertahan lama,” ujar Kepala Desa Mapur.

Arah ke Depan: Produk Unggulan Desa

Dengan pengembangan biopestisida dari limbah minyak atsiri ini, tim pengabdi UBB berharap Desa Mapur tidak hanya dikenal sebagai penghasil minyak atsiri sapu-sapu, tetapi juga sebagai sentra produk turunan berbasis alam yang berkelanjutan. Ke depan, kolaborasi antara masyarakat, pemerintah desa, dunia pendidikan, dan mitra industri diharapkan mampu menciptakan model pemberdayaan desa yang mandiri dan berdaya saing.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *