Jejak PT Arsed Indonesia: Smelter Muda, Izin Kilat, dan Dugaan Cuci Uang Dana Bansos

BANGKA — Di kawasan industri Jelitik, Sungailiat, berdiri sebuah smelter timah yang sempat menggegerkan kalangan pertambangan di Bangka Belitung.

Namanya PT Arsed Indonesia, perusahaan peleburan timah yang baru berdiri pada 2021 namun langsung melesat menembus pasar ekspor hingga belasan ribu ton ingot timah.

Namun di balik kesuksesan yang tampak cemerlang itu, tersimpan banyak tanda tanya: dari mana sumber bahan bakunya, bagaimana izin usahanya bisa semulus itu, hingga dugaan keterkaitannya dengan aliran dana hasil korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang menyeret nama politisi nasional Herman Hery.

Smelter Baru, Ekspor Belasan Ribu Ton

PT Arsed Indonesia tercatat memiliki kapasitas tungku peleburan (furnace) hingga 50 ton per hari. Berdasarkan data ekspor, sejak berdiri tahun 2021, perusahaan ini sudah mengirim lebih dari 15.000 ton timah ke luar negeri — angka yang mencengangkan untuk smelter yang baru beroperasi beberapa tahun.

Di atas kertas, PT Arsed memiliki izin usaha pertambangan (IUP) laut di perairan Jebus lengkap dengan kapal isap produksi. Namun sejumlah sumber internal menyebut kapal tersebut tak pernah benar-benar beroperasi.

“Izinnya lengkap, tapi kapalnya cuma pajangan,” ujar salah satu pemasok lokal yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Kapal tersebut diduga hanya disewa dan diparkir sebagai formalitas administratif agar perusahaan lolos dari inspeksi Kementerian ESDM. Sementara itu, bahan baku timah yang dilebur di smelter disebut berasal dari kolektor pihak ketiga, terutama seorang pemasok besar bernama Ahon Bakek.

“Pasir timah yang mereka beli itu bukan dari IUP sendiri,” lanjut sumber tersebut.

Benang Merah ke Kasus Bansos Covid-19

Sejumlah sumber investigatif menyebut struktur pendanaan PT Arsed Indonesia berhubungan dengan kasus korupsi Dana Bansos Covid-19.

Perusahaan ini disebut dikendalikan oleh Stepan, anak dari politisi Herman Hery, sementara kepemilikan formal dipegang oleh Arthur, keponakan Herman, yang menjabat sebagai direktur.

Pengelolaan keuangan diduga berada di bawah kendali Paryono, sosok yang berperan sebagai bendahara keluar-masuk dana, untuk menyamarkan aliran uang hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Jika dugaan ini benar, maka rantai perdagangan timah PT Arsed Indonesia bisa jadi merupakan skema pencucian uang terselubung dengan memanfaatkan legalitas industri logam strategis nasional.

Izin Kilat dan RKAB Tanpa Verifikasi

Sinyal kejanggalan lain muncul dari proses penerbitan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan ini. Biasanya, penerbitan RKAB memerlukan verifikasi lapangan dan validasi teknis ketat dari Kementerian ESDM.

Namun, menurut beberapa pelaku tambang, RKAB PT Arsed Indonesia terbit dengan sangat cepat — bahkan diduga tanpa survei lapangan.

“Tidak pernah ada inspeksi, tapi RKAB selalu keluar cepat. Sepertinya ada permainan jual beli izin,” ujar salah satu sumber.

Setelah kuota RKAB sebesar 2.000 ton disetujui, PT Arsed dilaporkan langsung menuntaskan peleburan dan ekspor hanya dalam dua bulan.

“Secara logika, tidak mungkin mereka bisa menambang sebanyak itu hanya dengan satu kapal,” tambahnya.

Dampak Lingkungan dan Kerugian Negara

Skema pembelian bahan baku dari kolektor tak resmi menimbulkan rantai pasok ilegal. Kolektor disebut menerima dana talangan cepat dari pihak smelter untuk memburu pasir timah dari berbagai lokasi tanpa izin tambang.

Akibatnya, bermunculan tambang liar di wilayah Bangka bagian barat dan utara, yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove serta pesisir laut.

Kerugian yang timbul pun berlapis:

Kerusakan ekologis dan pesisir akibat aktivitas tambang ilegal.

Hilangnya potensi pendapatan daerah karena perdagangan timah tanpa pajak resmi.

Desakan Investigasi dan Transparansi

Kasus PT Arsed Indonesia membuka tabir bagaimana struktur bisnis timah dapat disalahgunakan untuk kepentingan politik dan praktik pencucian uang.

Keterkaitan antara smelter, izin RKAB, dan dugaan aliran dana korupsi bansos menuntut penyelidikan serius dari aparat penegak hukum dan PPATK.

Aktivis lingkungan dan pengamat industri mendesak Kementerian ESDM agar menelusuri sumber bahan baku serta transaksi keuangan perusahaan ini.

“Kalau pola seperti ini dibiarkan, praktik TPPU lewat komoditas strategis akan jadi hal yang normal,” ujar seorang pengamat tambang di Pangkalpinang.

Kapal yang Tak Berlayar dan Izin yang Terlalu Cepat

Dari luar, PT Arsed Indonesia tampak seperti simbol kemajuan industri timah Bangka Belitung. Namun di balik kilau tungku peleburan, tersimpan kisah tentang kapal yang tak berlayar, izin yang keluar terlalu cepat, dan uang yang mungkin berasal dari penderitaan pandemi.

Sebuah teka-teki besar kini menunggu keberanian aparat untuk mengungkap siapa sebenarnya yang bermain di balik smelter Arsed ini.

Media ini telah berupaya meminta konfirmasi kepada Direktur PT Arsed Indonesia, Arthur, melalui pesan WhatsApp pada Jumat (31/10/2025). Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan dari yang bersangkutan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *