Jaringan Penyelundupan Timah di Bangka Belitung Kian Menggurita, Dugaan Bekingan Oknum Aparat Menghambat Proses Hukum

Illustration from 19th century.

Bangka Belitung – Maraknya penyelundupan timah ilegal di Bangka Belitung kembali menjadi sorotan setelah Pangkalan TNI AL (Lanal) Bangka Belitung menggagalkan pengiriman 25 ton pasir timah ilegal di perairan Tuing, Kabupaten Bangka. Penangkapan ini mengungkap fakta bahwa aktivitas ilegal ini diduga melibatkan jaringan kuat, termasuk adanya oknum aparat yang membekingi.

Meski beberapa kali terjadi penangkapan, banyak kasus serupa yang tidak berlanjut ke meja hijau. Hal ini memunculkan pertanyaan besar: mengapa penyelundupan timah masih terus terjadi dan siapa pihak yang bermain di balik layar?

Penyelundupan Berulang di Bangka Belitung

Data yang dihimpun menunjukkan bahwa penyelundupan timah tidak hanya terjadi di Tuing, tetapi juga di beberapa wilayah lain di Bangka Belitung. Di Tuing, penangkapan kali ini adalah yang pertama, sedangkan di Mentok baru terjadi satu kali sebelumnya. Namun, di Belitung, penangkapan kasus serupa sudah terjadi berkali-kali, menunjukkan bahwa jaringan penyelundup memiliki sistem operasi yang luas dan rapi.

Penangkapan terbaru di Tuing melibatkan dua unit truk yang tengah membongkar muatan pasir timah ke dalam kapal kayu di pelabuhan tikus. Tim Lanal Babel yang melakukan operasi berhasil mengamankan kapal, anak buah kapal (ABK), dan sopir truk. Namun, hingga kini belum ada rilis resmi terkait identitas pemilik timah tersebut.

Sumber yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa diduga pemilik timah adalah inisial AG, Gusdur Rebo, dan JK. Mereka disebut sebagai pemain lama dalam bisnis pertimahan ilegal. Jika benar mereka masih beroperasi hingga kini, berarti ada sistem perlindungan yang membuat mereka lolos dari jerat hukum.

Selain pemilik timah, yang menjadi perhatian utama adalah dugaan keterlibatan oknum aparat yang membekingi penyelundupan ini. Pada kasus di Tuing, disebutkan bahwa ada enam oknum yang diduga berasal dari Kompi Senapan B Sungailiat yang ikut mengawal proses pemuatan timah ke kapal. Namun, hingga kini belum ada keterangan resmi dari pihak terkait mengenai keterlibatan mereka.

Dugaan bekingan aparat juga mencuat dari fakta bahwa hingga saat ini, belum ada pelimpahan berkas perkara penyelundupan ke ranah kejaksaan, baik dari kasus di Tuing, Toboali, maupun Mentok. Ini menjadi pertanyaan besar, mengingat penangkapan telah dilakukan tetapi proses hukumnya seolah berhenti di tengah jalan.

Jika benar ada oknum aparat yang melindungi bisnis ilegal ini, maka penyelundupan timah akan terus berlanjut. Tanpa penindakan tegas, aktivitas ini hanya akan menjadi siklus berulang: penangkapan terjadi, sopir mobil jadi tumbal tapi aktor utamanya tetap bebas.

Melihat semakin maraknya penyelundupan timah dan dugaan keterlibatan aparat, banyak pihak mendesak agar proses hukum dilakukan secara transparan. Jika pelaku dan bekingnya tidak ditindak, bukan tidak mungkin kasus serupa akan terus terjadi dan merugikan negara.

Pihak berwenang, terutama TNI AL, Polri, dan Kejaksaan, diharapkan bisa bersinergi untuk menindak kasus ini hingga tuntas. Jika tidak, masyarakat akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap penegakan hukum di Bangka Belitung.

Kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi aparat untuk membuktikan bahwa hukum tidak tebang pilih. Semua pihak yang terlibat, baik pemilik timah ilegal maupun bekingnya, harus diproses sesuai aturan yang berlaku. Hanya dengan cara itu, penyelundupan timah yang mengakar di Bangka Belitung bisa benar-benar diberantas.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *