Sumenep, Suara Nusantara,-
Larangan tenaga Honorer dan Perangkat Desa agar tidak boleh double job telah dijelaskan dengan tegas dan sesuai dengan aturan yang tertuang dalam UU Nomor 6 Tahun 2014, yaitu tentang desa bahwa perangkat desa tidak boleh rangkap jabatan dengan sumber gaji yang sama dari negara baik itu APBN maupun APBD.
Adapun peraturan yang dilanggar antara lain UU tentang Desa dan UU tentang Tipikor karena menerima penghasilan ganda dari alokasi Dana Desa sebagai Perangkat Desa dan Menerima Tunjangan Fungsional sebagai guru di bawah Kemenag.
Hal ini juga diperkuat aturan Mentri Keuangan Republik Indonesia tentang penggunaan keuangan negara bahwa Penyelenggaraan Pemerintah tidak diperbolehkan mendapatkan anggaran yang sama melalui Keuangan Negara.
Dewan Pimpinan Cabang ICW (Island Corruption Watcd) H. Daeng Moh. Sultan Bakoro menilai bahwa hal ini merupakan sebuah kesalahan karena menerima dua penghasilan sekaligus dan membuktikan lemahnya dalam menerapkan aturan yang sudah ada.
” Ini namanya double job menerima penghasilan ganda dari Keuangan negara karena memiliki dua pekerjaan dan menunjukkan lemahnya Pemerintah Desa.
Yang kami heran, kenapa bisa lolos dan Kades memberi Rekomendasi pencalonannya dan ini merupakan bagian dari demokrasi yang tidak sportif.
Kalau hal ini terus dibiarkan akan menjadi budaya dan berdampak negatif pada generasi penerus.
Padahal sudah jelas wewenang beliau untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa sesuai Permendagri No. 67 Tahun 2017 tentang perubahan atas Permendagri No. 83 Tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, Pasal 5 , ” Ungkap H. Daeng Sultan (Panggilan Akrabnya) 31/03/2024.
Masih kata H. Daeng Sultan,
saya curiga ini memang rekayasa Kepala desa karena kebanyakan perangkat yang double job menjadi tenaga Sertifikasi guru di bawah naungan Kementerian Agama yang mengajarnya di Desa itu juga.
Maka dari itu perangkat tersebut seharusnya sadar dan mengorbankan salah satunya karena yang pasti jika double job akan tidak optimal dalam menjalankan tanggung jawabnya, ” tegas H. Daeng Sultan.
Pria kelahiran Bugis asal Desa Pajenangger/Cellong H. Daeng Sultan menambahkan,
” Demi kebenaran dan tegaknya demokrasi, saya akan membawa kasus ini ke APH , bahwa negara sudah jelas- jelas dirugikan, selain itu harus mengembalikan uang negara, maka perbuatannya harus jugabdipertanggung jawabkan ” tuturnya
(Gusno)