PANGKALPINANG — Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Hidayat Arsani, membantah isu keretakan hubungan antara dirinya dan Wakil Gubernur yang belakangan ramai diperbincangkan publik maupun di lingkungan internal pemerintahan. Ia menilai isu tersebut sebagai bentuk konspirasi yang berlebihan, meski mengakui adanya pertanyaan terkait penggunaan anggaran perjalanan dinas oleh wakilnya.
“Sebenarnya tidak ada konflik. Pemerintahan ini harus berjalan dengan baik, tanpa memicu perpecahan berdasarkan suku, ras, atau primordialisme,” ujar Hidayat dalam konferensi pers di Rumah Dinas Gubernur, Minggu, 13 Juli 2025.
Namun demikian, Gubernur Hidayat menyatakan keberatannya atas besarnya anggaran perjalanan dinas Wakil Gubernur yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan efisiensi penggunaan uang rakyat.
“Anggaran itu uang rakyat. Tidak boleh dihabiskan sembarangan, apalagi untuk perjalanan yang tidak jelas peruntukannya,” tegasnya.
Hidayat juga menekankan pentingnya pemahaman akan struktur pemerintahan daerah, di mana pengambilan keputusan tertinggi berada di tangan gubernur. Ia menolak anggapan adanya kedudukan yang setara antara gubernur dan wakilnya.
“Kalau sesuai, kita jalankan. Kalau benar, kita pertahankan. Tapi dalam sistem pemerintahan, pimpinan tertingginya adalah Gubernur. Tidak ada konsep kesetaraan dalam kepemimpinan antara Gubernur dan Wakil Gubernur,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Umum Setda Provinsi Babel, Burhanuddin, mengungkap bahwa realisasi anggaran perjalanan dinas Wakil Gubernur selama dua bulan terakhir mencapai Rp217.241.372, termasuk sejumlah nota dinas yang belum mendapatkan persetujuan (ACC) dari Gubernur.
“Angka tersebut tergolong besar. Sementara anggaran Gubernur untuk periode yang sama hanya sekitar Rp167.300.779,” kata Burhanuddin.
Ia menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja, seluruh perjalanan dinas telah dipangkas sebesar 50 persen. Meskipun demikian, jumlah perjalanan dinas Wakil Gubernur dinilai lebih intensif dibandingkan Gubernur.
“Anggaran awal kami sudah kecil, namun tetap harus kami potong 50 persen. Tapi secara frekuensi, perjalanan Wakil Gubernur justru lebih tinggi. Bahkan jumlah staf pendamping Gubernur dibatasi maksimal tiga orang, sementara Wakil Gubernur diperbolehkan dua staf, tetapi penggunaannya melebihi,” jelasnya.
Burhanuddin menyebut, perbedaan angka ini menjadi perhatian internal pemerintah provinsi karena menyangkut efisiensi dan akuntabilitas keuangan daerah.








