Geger Anggaran Fiktif di Desa Sabuntan: Warga Terhenyak dari Tidur Panjang, Mahasiswa Kepulauan Siap Gelar Demo Besar

Ilustrasi (Ist)

Suaranusantara.online

SAPEKEN, SABUNTAN – Seperti disambar petir di siang bolong, warga Desa Sabuntan, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur kini tengah bergolak dalam kemarahan yang memuncak.

Setelah bertahun-tahun hidup dalam ketidaktahuan, pemberitaan media massa justru menjadi alarm yang membangunkan mereka dari tidur panjang – mengungkap praktik dugaan korupsi sistematis yang telah menggerogoti dana desa selama bertahun-tahun.

Dugaan mark-up proyek pembangunan, tumpang tindih anggaran pertanian yang dianggarkan setiap tahun , pengadaan perikanan yang mencurigakan, hingga pembangunan polindes yang dipertanyakan keabsahannya semua kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Yang paling mengejutkan adalah ditemukannya indikasi anggaran fiktif yang diduga telah menyedot dana desa dalam jumlah fantastis.

“Kami selama ini percaya saja. Ternyata, uang rakyat ini diselewengkan habis-habisan,” ujar salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya, suaranya bergetar menahan amarah bahkan dalam waktu dekat ini akan melakukan pelaporan ke aparat penegak hukum atas dana bantuan pembangunan gedung pendidikan yang dirampas kepala desa, kepada media ini, Minggu (13/07/2025).

Kemarahan warga yang sudah tidak terbendung, kini mendapat dukungan penuh dari mahasiswa kepulauan yang memutuskan untuk melancarkan aksi demonstrasi besar-besaran.

Aksi ini direncanakan sebagai bentuk tuntutan pertanggungjawaban terhadap pemerintah Desa Sabuntan yang diduga terlibat dalam praktik penyelewengan dana publik.

“Kami tidak akan tinggal diam melihat dana rakyat dijarah oleh segelintir oknum. Demonstrasi ini adalah suara rakyat yang menuntut keadilan,” tegasnya menirukan perkataan koordinator mahasiswa yang akan memimpin aksi tersebut.

Kecurigaan yang awalnya hanya beredar sebagai bisik-bisik antar tetangga, kini telah berubah menjadi tuntutan hukum yang keras. Warga mulai membandingkan realisasi pembangunan di lapangan dengan laporan anggaran yang beredar, dan menemukan ketidaksesuaian yang sangat mencolok.

Proyek-proyek yang seharusnya memajukan desa justru menjadi ajang praktik korupsi yang merugikan masyarakat. Pertanyaan besar menggantung: kemana saja pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan aparat pemerintah selama ini?

Warga Desa Sabuntan kini bersatu dalam satu tuntutan: audit menyeluruh terhadap seluruh penggunaan anggaran desa selama lima tahun terakhir.

Mereka mendesak agar pihak berwajib segera turun tangan dan mengusut tuntas dugaan penyelewengan ini hingga ke akar-akarnya.

“Kami ingin kejelasan total. Dana desa ini adalah hak kami, seharusnya digunakan untuk kesejahteraan bersama, bukan untuk memperkaya segelintir oknum yang rakus,” tegas salah satu masyarakat dengan nada kecewa.

Kasus Desa Sabuntan ini menjadi momentum penting bagi kebangkitan pengawasan publik terhadap pengelolaan dana desa di seluruh Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas yang selama ini diabaikan kini menjadi tuntutan mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Pertanyaan yang menggantung adalah: apakah kasus ini hanya puncak gunung es dari praktik budaya korupsi? Akankah ini menjadi titik balik bagi tata kelola pemerintahan desa yang lebih bersih dan transparan?

Waktu akan menjawab, namun satu hal yang pasti: rakyat Sabuntan telah bangkit dan tidak akan pernah lagi membiarkan dana mereka dijarah oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Rilis ini akan terus diperbarui seiring dengan perkembangan kasus dan rencana demonstrasi yang akan dilakukan mahasiswa kepulauan.

(GUSNO)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *