Pangkalpinang, 21 Juli 2025 — Ratusan nelayan dan masyarakat pesisir dari berbagai daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menggelar aksi demonstrasi menolak rencana penambangan laut di perairan Batu Beriga, Bangka Tengah, Senin (21/7/2025). Aksi ini dipusatkan di depan Kantor Gubernur Babel, dengan massa membawa berbagai poster dan spanduk tuntutan.
Aksi yang dimulai sejak pagi ini turut melibatkan nelayan dari Batu Beriga, Lubuk Besar, Toboali, Tukak Sadai, Pulau Lepar-Pongok, Bagan Pangkalpinang, hingga dari Belitung. Sejumlah organisasi masyarakat sipil seperti WALHI Kepulauan Bangka Belitung serta kelompok mahasiswa juga hadir memberikan dukungan.
Koordinator lapangan aksi, Abdullah, yang juga nelayan Toboali, menyampaikan bahwa massa telah melakukan long march sejauh 3 kilometer menuju pusat pemerintahan provinsi. “Sampai pukul 14.30 WIB, perwakilan Koalisi untuk Keadilan Pesisir masih berada di dalam kantor gubernur guna memverifikasi administrasi yang diperlukan untuk memenangkan hak-hak masyarakat pesisir,” ujarnya.
Sementara itu, aksi demonstrasi tersebut turut disoroti Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Muchtar Motong. Ia menegaskan agar persoalan ini segera diselesaikan secara tuntas dan tidak dibiarkan berlarut-larut.
“Kalau tidak diselesaikan, tidak ada ketegasan, maka ini tidak akan berhenti. Pasti akan berlarut-larut. Masyarakat Batu Beriga itu sangat melindungi kampung halamannya. Mereka hidup dari laut secara turun-temurun, jadi wajar mereka begitu serius menjaga wilayahnya,” ujar Muchtar saat ditemui usai aksi berlangsung.
Muchtar menjelaskan bahwa DPRD Babel sebelumnya telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait penolakan tambang laut, yang kemudian melahirkan 11 rekomendasi penting. Salah satunya adalah meminta PT Timah Tbk agar tidak melakukan penambangan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) Desa Batu Beriga sebelum ada kesepakatan yang jelas dan tertulis dengan masyarakat.
Selain itu, Pansus juga merekomendasikan agar PT Timah menjalankan kewajiban lingkungan sesuai dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta menghormati prinsip-prinsip partisipasi masyarakat dan transparansi dalam pengambilan keputusan.
Menurut Muchtar, pemerintah memang sudah mengambil sejumlah langkah, namun belum terjadi harmonisasi antara kepentingan pemerintah dengan PT Timah. “Kalau sudah terjadi sinergi, maka polemik ini tak akan terus berulang,” katanya.
Ia juga mengimbau masyarakat agar tetap menjaga ketertiban dan tidak terprovokasi melakukan tindakan anarkis yang justru akan merugikan semua pihak.








