KETIKA NYAWA JADI DAGANGAN: Bidan R Biarkan Bayi 3,8 Kg Mati Terjepit, Ibu Dioper ke RS Langganan

Suaranusantara.online

SUMENEP, JAWA TIMUR – Sefti Wilda (20) datang dengan harapan, pulang sebagai jenazah bersama bayinya, Mohammad Kevin (3,8 kg). Yang tersisa: tagihan Rp 42,8 juta dan teriakan keluarga, “Saya tidak ridha, Pak!

Kalimat itu bukan sekadar penolakan. Itu jeritan hati nurani yang menuntut keadilan atas dua nyawa yang mati sia-sia, bukan karena takdir, tapi karena kelalaian brutal dan dugaan permainan kotor di balik mega prsktik.

PROSEDUR MEDIS ATAU PEMBUNUHAN PELAN?

Jumat subuh, 14 November 2025, di praktik Bidan R, Jalan Trunojoyo X/2, Sumenep, terjadi serangkaian kejanggalan yang membuat akal sehat bergidik:

Kepala bayi sudah muncul, tapi Bidan R malah menyuruh ibu mandi keramas.** Bukan tindakan medis darurat, bukan pula panggilan ambulans, hanya suruhan mandi di saat kritis.

“Semangat Wilda, Wilda harus bisa bertahan,” kata Bidan R, kalimat yang kini menggema sebagai lelucon paling sadis.

Bayi Kevin akhirnya lahir dipaksakan di meja praktik: kepala terjepit, tubuh membiru, mati sebelum sempat menangis. Asfiksia. Ketuban terlalu banyak tertelan. Atau mungkin oksigen terlalu lama terputus karena kelalaian yang disengaja.

RUJUKAN TERTUNDA: STRATEGI ATAU KELALAIAN KRIMINAL?

Inilah bagian tergelap: Bidan R , baru merujuk Sefti Wilda ke rumah sakit pada sore hari setelah bayinya mati dan ibu sudah kritis dengan perdarahan hebat.

Keluarga sempat membawa Sefti ke RSUD dr. H. Moh. Anwar yang lebih dekat. Tapi Bidan R yang sudah menunggu di RSIA Esto Ebhu memanggil mereka: “Rujukannya ke sini, bukan ke RSUD.”

Mengapa harus ke RSIA Esto Ebhu? Mengapa bukan ke rumah sakit yang lebih dekat dan lebih lengkap fasilitasnya? Apakah ada “kesepakatan bisnis” di balik pola rujukan ini?

Dalam hitungan jam setelah tiba di RSIA Esto Ebhu, Sefti Wilda meninggal. Keluarga ditagih Rp 38,3 juta dengan 67 macam tagihan. Dan yang paling biadab: jenazah bayi Kevin ditahan sebagai sandera sampai keluarga melunasi Rp 4,5 juta biaya persalinan. Jenazah dijadikan sandra.

JEJAK KONSPIRASI: BIDAN R DAN DIREKTUR RS KOMPAK MENGHILANG

Tim media mengirim pertanyaan krusial kepada Bidan R via WhatsApp:
– Kapan komplikasi mulai terdeteksi?
– Mengapa rujukan tertunda hingga bayi mati?
– Di mana rekam medis lengkap?

Tidak ada jawaban.

Bahkan hingga kini, Bidan R tidak pernah menghubungi keluarga korban, tidak ada penjelasan, permintaan maaf, atau tanggung jawab apa pun. Yang lebih mencurigakan: buku pemeriksaan kehamilan dari Bidan Desa masih ditahan Bidan R, seolah menyembunyikan bukti.

dr. Moh. Ibnu Hajar, Direktur RSIA Esto Ebhu, justru kabur saat dikonfirmasi langsung oleh wartawan di halaman rumah sakit (16/11/2025). Tidak ada penjelasan tentang:
– Kondisi Sefti saat tiba
– Upaya penyelamatan yang dilakukan
– Penyebab kematian dalam hitungan jam
– Visum atau autopsi

Bidan RSIA yang ditemui wartawan juga menolak bicara, beralasan ada kuasa hukum, sambil mengarahkan ke direktur yang justru kabur.

Ini bukan sekadar kelalaian. Ini pola yang sistematis:

1. Rujukan ditunda hingga kritis – Bidan R menunggu sampai kondisi pasien sangat parah
2. Rujukan selektif – Hanya ke RSIA Esto Ebhu, bukan RS terdekat
3. Kompak bungkam – Kedua pihak menghilang saat dimintai pertanggungjawaban
4. Bukti dikuasai – Dokumen medis ditahan

Apakah ini pertama kali terjadi? Berapa banyak korban sebelumnya dengan pola yang sama? Bidan R sudah banyak menelan korban di Kecamatan Batuputih-Sumenep dan ijin praktek bidan R mulai jadi perbincangan

BIDAN R terancam:
– UU Kebidanan No. 4/2019 Pasal 79: Penjara 3 tahun karena tidak merujuk saat darurat
– KUHP Pasal 359: Penjara 5 tahun atas kelalaian menyebabkan kematian
– KUHP Pasal 263: Pemalsuan/penahanan dokumen medis
– UU Kesehatan Pasal 190: Penjara 10 tahun atas kelalaian fatal

RSIA ESTO EBHU & DIREKTUR terancam:
– UU Rumah Sakit No. 44/2009 Pasal 62: Penjara 5 tahun + denda Rp 500 juta
– KUHP Pasal 55: Turut serta dalam tindak pidana
– Pencabutan izin operasional permanen
– Tuntutan perdata ganti rugi

Jika terbukti ada kongkalikong finansial: Sanksi pidana korporasi berlipat ganda.

TIGA INSTITUSI HARUS BERGERAK SEKARANG:

1. POLRES SUMENEP – Buka penyidikan, sita dokumen yang ditahan Bidan R, investigasi hubungan bisnis Bidan R-RSIA Esto Ebhu, visum et repertum

2. DINKES SUMENEP – Bekukan izin Bidan R, audit seluruh rujukan ke RSIA Esto Ebhu 6 bulan terakhir, evaluasi kelayakan RSIA Esto Ebhu

3. IBI, IDI, KARS – Sidang MKDKI, cabut STR jika terbukti bersalah, blacklist RS yang terlibat malapraktik sistemik

*”SAYA TIDAK RIDHA, PAK!

Kata-kata itu bukan sekadar kekecewaan. Itu adalah penolakan tegas terhadap sistem kesehatan yang busuk, di mana nyawa manusia diperdagangkan, di mana keuntungan diutamakan, di mana jenazah bayi dijadikan alat pemerasan.

Keluarga Sefti Wilda tidak rela anaknya dan cucunya mati dengan cara yang begitu tidak manusiawi. Mereka tidak rela kelalaian brutal dan dugaan permainan kotor ini dibiarkan tanpa sanksi.

*”Tidak ridha” adalah jeritan yang menuntut: kebenaran harus diungkap, pelaku harus dihukum, dan sistem yang gagal ini harus dirombak total.

Dua nyawa telah hilang. Keadilan tidak boleh ikut terkubur.

Kebungkaman Bidan R dan dr. Moh. Ibnu Hajar berbicara lebih keras daripada kata-kata. Di mata publik, diam adalah pengakuan bersalah.

Media ini tetap membuka pintu klarifikasi bagi semua pihak sesuai kode etik jurnalistik dan prinsip praduga tak bersalah.

Masyarakat menunggu. Hukum harus bicara. Keadilan harus ditegakkan.

(GUSNO)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *