PANGKALPINANG — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menggelar rapat audiensi dengan Bank Indonesia (BI) Perwakilan Babel dan Badan Keuangan Daerah (Bakuda) Babel, Selasa (28/10/2025), terkait pernyataan Menteri Keuangan RI tentang dugaan dana Pemprov Babel yang mengendap sebesar Rp2,1 triliun. Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD, Eddy Iskandar, dan dihadiri pimpinan dan staf BI Babel, termasuk Kepala Perwakilan BI Rommy Sariu Tamawiwy, serta sejumlah anggota DPRD.
Audiensi digelar menyusul pernyataan Menteri Keuangan yang menyebut saldo besar di rekening kas daerah. Pernyataan itu sempat memicu opini liar dan kekhawatiran publik, sehingga DPRD Babel menuntut klarifikasi resmi.
Kepala Perwakilan BI, Rommy Sariu Tamawiwy, menjelaskan bahwa seluruh bank—konvensional, syariah, BPR, dan BPRS—melaporkan data ke BI melalui satu aplikasi terintegrasi. Data posisi akhir bulan diterima BI, diverifikasi, lalu dibagikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam waktu 6 minggu.
“Setelah kita terima per akhir bulan, maka 3 plus 3 minggu, itu diserahkan ke Kemendagri dan Kementerian Keuangan. Data bulan Oktober yang disebut Menteri Keuangan belum kami terima,” kata Rommy. Ramli menambahkan, data yang dipublikasikan BI Babel baru sampai Juli 2025, sementara data September hingga Oktober masih dalam proses rekapitulasi.
BI Babel menyarankan DPRD untuk mengecek data terbaru langsung ke Kemendagri agar memperoleh kejelasan.
Kepala Bakuda Babel, Muhammad Haris, menegaskan bahwa dana Rp2,1 triliun bukan milik Pemprov Babel, melainkan akibat kesalahan input data oleh Bank Sumsel Babel. Dana tersebut sesungguhnya milik Pemprov Sumatera Selatan.
“Di kas daerah tidak terdapat dana sebesar itu. Posisi kas hanya sekitar Rp200 miliar,” jelas Haris.
Gubernur Babel, Hidayat Arsani, telah melaporkan Bank Sumsel Babel ke kepolisian pada Senin (27/10/2025) agar diproses sesuai ketentuan yang berlaku, mengingat dampak besar terhadap nama baik Pemprov Babel.
Maryam mempertanyakan siapa yang harus dijadikan rujukan jika data dari BI dan Kemendagri berbeda.
“Kalau itu terjadi, pendapatan yang mana yang benar? Siapa yang harus kami pegang?” tegas Maryam.
Huzarni Rani menekankan BI harus bertanggung jawab penuh atas keakuratan data. “Jangan coba-coba mengelak! Pernyataan Menteri Keuangan itu sumbernya dari data BI! Sekarang BI harus menjelaskan secara transparan dan detail!”
Rina Tarol dari Fraksi Golkar menyoroti potensi ketidakakuratan dan lambatnya sistem pelaporan BI. “Data ini sudah berbulan-bulan muncul tanpa kejelasan audit. Ini menyangkut uang rakyat!”
Agam Dliya Ulhaq (PKB) menekankan isu ini terjadi di seluruh Indonesia. Kusnadi (PKS) menilai pernyataan BI berdampak serius terhadap kepercayaan masyarakat.
Me Hoa (PDI Perjuangan) mempertanyakan logika angka Rp2,1 triliun, sumber dana, dan kemungkinan akumulasi dari satker vertikal. Ia meminta BI berbagi kemungkinan penyebab angka besar tersebut dan transfer ilmunya ke DPRD.
Wakil Ketua DPRD, Eddy Iskandar, menegaskan Komisi II akan menindaklanjuti kesalahan pencatatan Bank Sumsel Babel. Besok, beberapa anggota akan berangkat ke Kemendagri, Dirjen Bina Keuangan Daerah, untuk menelusuri data terbaru.
“Kalau dananya memang ada, tentu bisa dimanfaatkan untuk pembangunan daerah. Tapi kalau tidak ada, harus ada klarifikasi agar masyarakat tahu siapa yang salah mencatat,” tegas Eddy.
DPRD Babel juga menuntut BI tidak lepas tangan dan bertanggung jawab penuh atas dampak yang ditimbulkan. Jika klarifikasi BI tidak memadai, DPRD siap menempuh jalur hukum.








