PANGKALPINANG, —Empat tahun setelah sempat menghebohkan dunia pertimahan Bangka Belitung, nama Agat, bos timah asal Parit Tiga, Bangka Barat, kembali mencuat. Kali ini, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) dikabarkan kembali membidik sosok yang dikenal sebagai salah satu kolektor besar timah tersebut.
Belum genap sepekan, tepatnya pada 30 September 2025, tim penyidik Kejagung melakukan penggeledahan dan penyitaan rumah mewah milik Agat di Desa Puput, Parit Tiga, Jebus, Kabupaten Bangka Barat. Aset yang ditaksir bernilai Rp15–20 miliar itu diduga berasal dari hasil kegiatan timah ilegal yang selama ini dikelola Agat.
Langkah ini disebut bagian dari penyidikan lanjutan kasus dugaan korupsi timah yang menyeret lima korporasi smelter dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp300 triliun. Dalam konstruksi kasus besar itu, nama Agat kembali muncul sebagai pemasok utama bijih timah ilegal ke jaringan smelter nonizin.
Namun, saat penggeledahan berlangsung, Agat diduga telah lebih dulu kabur. Sejumlah sumber menyebut keberadaannya kini tidak diketahui.
Kasus Lama yang Menggema Kembali
Nama Agat — pemilik lengkap Agustino, Direktur CV Mentari Bangka Sukses (MBS) sekaligus mitra PT Timah — bukan nama baru dalam daftar hitam kasus timah di Bangka Belitung.
Pada 2021, Agat pernah menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi 73 ton bijih timah bercampur slag di gudang PT Timah Unit Baturusa. Ia didakwa bersama Ali Samsuri, pejabat Unit Produksi Laut Bangka (UPLB) PT Timah, dan Tayudi alias Ajang, direktur boneka sekaligus sopirnya.
Kasus yang kala itu ditangani Pidsus Kejati Bangka Belitung di bawah pimpinan Ranu Miharja ini menjadi perkara tipikor pertama yang melibatkan pihak swasta dalam rantai bisnis timah PT Timah. Nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp50 miliar.
Namun, di tingkat Pengadilan Tipikor Pangkalpinang, Agat dan dua rekannya divonis bebas. Majelis hakim beralasan bahwa PT Timah bukan lagi BUMN, melainkan perusahaan swasta biasa, sehingga unsur kerugian negara tidak terpenuhi.
Jaksa sempat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Putusan MA pada 21 Juni 2022 menjatuhkan hukuman lima tahun penjara hanya kepada Tayudi alias Ajang, sementara Agat dan Ali Samsuri tetap bebas demi hukum.
Akibatnya, negara tak memperoleh penggantian kerugian sedikit pun.
Kini, setelah kasus lama itu meredup, Pidsus Kejagung kembali membidik Agat. Penyidik mulai menyasar tingkatan kolektor — setelah sebelumnya fokus pada bos dan pemilik smelter.
Dalam pengusutan terbaru ini, penyidik disebut telah menyegel sejumlah aset milik Agat, termasuk rumah mewah dan gudang yang diduga dibeli dari hasil aktivitas pengumpulan timah ilegal.
Meski sudah dilakukan penyitaan, Agat hingga kini belum tersentuh hukum. Publik pun kembali bertanya-tanya, apakah Kejagung berani menangkap Agat dan para bos timah ilegal lainnya?
“Entah skenario apa yang sedang dimainkan aparat hukum,” ujar salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya. “Agat seperti lenyap ditelan bumi.”
Hingga berita ini diturunkan, tim redaksi belum berhasil menghubungi Agat. Beberapa nomor telepon yang biasa digunakan olehnya tidak aktif.
Kasus dugaan korupsi timah yang kini ditangani Kejagung disebut sebagai salah satu perkara lingkungan dan ekonomi terbesar dalam sejarah Indonesia, dengan estimasi kerugian negara mencapai Rp300 triliun.
Publik kini menunggu sejauh mana keberanian aparat hukum menyentuh aktor lapangan yang selama ini disebut-sebut kebal hukum, termasuk sosok Agat yang kembali menjadi sorotan.








