Praktik Rangkap Jabatan Perangkat Desa Jadi Guru Honorer Picu Gejolak Warga Sakala

Suaranusantara.online

SUMENEP, MADURA – Gelombang protes warga Desa Sakala, Kecamatan Sapeken, Sumenep, Jawa Timur, kini menghangat.

Pasalnya, empat perangkat desa terbukti menjalankan praktik rangkap jabatan sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) salah satunya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sakala II.

Praktik kontroversial ini tidak hanya mencederai profesionalisme birokrasi desa, tetapi juga memicu dugaan nepotisme yang melibatkan keluarga kepala desa.

Yang paling mencuat perhatian adalah keterlibatan bendahara desa, posisi vital yang mengendalikan keuangan desa, yang turut mengajar di sekolah tersebut.

Sosok ini, menurut sumber terpercaya warga, memiliki hubungan kerabat dengan Kepala Desa Sakala, Buhari Muslim.

“Ada empat perangkat desa, Pak, yang mengajar di sekolah. Yang paling bermasalah itu si Bendahara, dia kan pegang uang desa tapi kok malah ngajar juga,” tegas salah seorang warga kepada media ini, Senin (4/8/2025).

Kombinasi jabatan strategis dan hubungan kekerabatan ini memunculkan kekhawatiran serius tentang transparansi pengelolaan keuangan desa dan potensi konflik kepentingan yang merugikan masyarakat dan keuangan negara.

Upaya konfirmasi ke pihak terkait justru menemui jalan buntu. Kepala Desa Buhari Muslim dan Plt. Kepala SDN Sakala II, Edy Kurniawan, sama sekali tidak merespons komunikasi wartawan melalui WhatsApp maupun panggilan telepon.

Sikap menghindar ini semakin memperkuat indikasi adanya yang “disembunyikan” dari praktik rangkap jabatan tersebut.

Rangkap jabatan ini menciptakan dilema serius. Di satu sisi, perangkat desa dituntut memberikan pelayanan publik optimal kepada masyarakat. Di sisi lain, mereka harus memenuhi kewajiban mengajar dengan kualitas yang memadai.

Pertanyaan krusial pun muncul, bagaimana mungkin seorang bendahara desa bisa menjalankan dua tanggungjawab berat secara bersamaan tanpa mengorbankan kualitas salah satunya? Apakah alokasi waktu mereka sudah tepat, atau justru kedua pekerjaan tersebut berjalan setengah hati?

Masyarakat Desa Sakala kini menuntut transparansi penuh dan tindakan tegas dari dinas terkait.

Mereka khawatir praktik ini akan terus berlanjut dan merugikan pelayanan publik serta kualitas pendidikan anak-anak mereka.

“Kami berharap Dinas Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa segera turun tangan. Ini bukan soal mencari kesalahan, tapi demi profesionalisme dan keadilan,” ungkap warga yang meminta anonimitas.

Kasus ini menjadi ujian serius bagi komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan profesional.

Masyarakat berharap tidak ada lagi praktik yang berpotensi merugikan kepentingan publik demi keuntungan segelintir pihak.

(GUSNO)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *