Selamat Datang di Negeri Pomuka’an

Suaranusantara.online.-
BOLTIM

Langkah saya hendak ke Pasar Ramadan di Matali malam ini terhenti sejenak ketika panggilan _WhatsApp_ berdering. Datangnya dari kawan lama di Boltim. Tentu saya langsung mengangkatnya karena di minus 3 lebaran begini, penting untuk segera mengangkat panggilan _WhatsApp._ Siapa menyangka THR akan datang dengan cara yang tak terduga dan amat misterius.

Usai berbasa-basi sebentar, poin yang disampaikan ternyata tak ada sangkut pautnya dengan THR, bahkan jauh panggang dari itu.

Lantas apa? Singkat kata, kawan menceritakan tentang keributan di linimasa terkait tugu yang baru selesai di bangun di Moyongkota Bolaang Mongondow Timur.

Saya lantas memperhatikan sejenak foto tugu yang dikirimkan via _WhatsApp_ itu lumayan ciamik desainnya apalagi diambil ketika malam hari dan ada dua pasang remaja duduk romantis disitu. Di bagian bawah tugu terdapat tulisan yang diberi lampu berwarna biru bertuliskan; _Selamat Datang di Timur Totabuan._

Tulisan itulah yang kata kawan jadi biang keributan di Medsos. Saya lantas bertanya, apa yang disoal netizen terkait tulisan itu? Kawan lantas mengirimkan _link_ Facebook supaya saya bisa mengikuti langsung komentar-komentar disitu.

Saya lantas berkata bahwa sudah 6 bulan lebih tak bisa mengakses akun Facebook milik saya, sehingga kepadanya saya meminta poin inti saja soal yang diributkan.

Kawan lantas memberitahu bahwa yang disoal netizen adalah kata _Timur Totabuan_ yang menurut para netizen hal itu keliru. Saya lantas mengejar; apa yang keliru dengan penuslian _Timur Totabuan_ itu dalam pandangan netizen? Kembali kawan memberitahu bahwa menurut netizen, penulisan kata _Selamat Datang di Timur Totabuan_ itu justru mengesankan bahwa seolah-olah ada daerah kabupaten baru bernama _Timur Totabuan_ yang kini ada di Boltim. Sehingganya kekeliruan ini langsung dialamatkan netizen ke Pemkab Boltim selaku pihak yang membangun tugu itu.

Pembaca, di era ketika kita berada di jaman yang tiada hari tanpa medsos, pada akhirnya kita menjadi familiar dengan ungkapan yang mengatakan; _netizen adalah yang maha benar._ Oleh sebab itu, beberapa orang (mungkin sadar karena punya pengalaman) memilih untuk tidak selalu membagikan apa yang sedang dipikirkan atau apa yang sedang dialami dan terjadi, sebab ketika Anda menekan tombol _share, post,_ atau _send_ ke linimasa medsos (terlebih dengan pengaturan _publik),_ maka selamat datang di dunia _angka teru._ Olehnya, kepada kawan yang meminta saya berpendapat terkait itu, saya mengatakan; _ya biasalah, ini medsos bro._

Tapi kawan saya ini mendesak agar saya memberi inputan terkait itu. Kepadanya saya lantas berkata bahwa ketika sesuatu sudah dibagikan ke publik via medsos, maka itu sudah menjadi domain publik untuk dikomentari sepincang atau sesarkas apapun komentar itu.

Kawan saya berkata bahwa ia memahami itu, tapi ia mendesak meminta pendapat saya apakah penulisan _Timur Totabuan_ itu keliru sebagaimana pandangan umum netizen atau tidak? Saya lantas menjawab, semua tergantung sudut pandang. Nah, kawan ini meminta saya memberi sudut pandang dari segi kebudayaan.

Masya Allah, bagaimana ini. Waktu saya sudah tersita gegara perkara yang sebenarnya sederhana namun tetap akan jadi ribet karena ya itu tadi; siapa yang bisa mengalahkan netizen yang maha tahu dan maha benar?

_Bagaimana pendapat bung tentang kata Timur Totabuan? Apakah itu tidak keliru, minimal dari segi bahasa dan dalam perspektif budaya?_

Pembaca, saya yang sebenarnya ingin santai malam ini, sekonyong-konyong mereasa seperti sedang berada di forum seminar ujian akhir, ketika dicecar pertanyaan itu. Apalagi ketika ia berkata begini; _anggap pendapat yang bung kirimkan ini adalah THR bung untuk saya._

_Ampun dije…._ ‍♂️ tepok jidat!
Maka jadilah tulisan pendek yang akhirnya jadi panjang begini.

Jadi begini pembaca, dengan minimnya data yang saya peroleh, dan karena terpengaruh dengan omongan kawan yang mengatakan anggap yang saya kirimkan untuknya ini adalah THR bagi dia, maka saya akan memulainya dengan begini;

Adalah umum dan familiar, wilayah Bolaang Mongondow Timur (Boltim) biasa kita dengar dari para tetua dengan sebutan; _Pomuka’an._ Ini adalah wilayah dimana matahari akan terbit. Maka tentu kita tidak heran, ketika Bolaang Mongondow mekar, maka wilayah dari Moyongkota hingga Buyat ini disebut Bolaang Mongodow Timur, karena memang berada di sebelah timur daerah induknya Bolaang Mongondow, atau sebagaimana istilah lokal tadi; _Pomuka’an,_ tempat dimana matahari terbit.

Sekarang kata _Timur Totabuan._ Menurut saya tak ada yang keliru dengan sebutan atau istilah ini. Apa pasal? Karena ada kata _Timur_ dan ada kata _Totabuan._ Timur menunjukan arah atau wilayah kedudukan sebuah landschap, sedangkan Totabuan adalah istilah lokal (Bahasa Mongondow) yang memiliki arti; sebuah tempat yang dibuka kemudian ditinggali. Singkatnya Timur Totabuan adalah sebuah wilayah di sebelah timur yang ditinggali, ditempati, dari generasi ke generasi. Dan dimana itu Timur Totabuan? Ya, karena tugu itu berdiri di Moyongkota sebagai pintu gerbang Bolaang Mongondow Timur maka tak salah lagi, Timur Totabuan itu ada di Boltim. Nah, apa yang salah dengan itu?

Sampai disini, semoga bisa dipahami. Saya sudah sangat terlambat kayaknya ke Pasar Ramadan.

_*Penulis*_
Direktur Monibi Institute
Uwin Mokodongan

(**A.Tubagus)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *