Dalam perkembangan terbaru melalui vidio unggahan di beberapa akun media sosial pada 25 februari 2024 yang melibatkan proses pemilihan umum di Indonesia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyetujui untuk menjalani audit keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
Audit ini muncul seiring dengan meningkatnya kekhawatiran atas perbedaan data lapangan dibandingkan dengan data yang diunggah dalam Sistem Rekapitulasi Elektronik, yang dikenal sebagai SIREKAP. Sistem ini, yang dimaksudkan untuk memfasilitasi proses penghitungan suara selama Pemilu 2024, telah menarik perhatian yang signifikan, terutama mengingat alokasi anggarannya yang substansial, sebesar 3,5 miliar Rupiah.
Ketua KPU, Hasyim Asyari, mengakui bahwa pendanaan untuk SIREKAP berasal dari anggaran negara yang dialokasikan untuk proses pemilihan umum. Dia menekankan kesiapan komisi untuk bertanggung jawab melalui laporan keuangan dan audit yang dilakukan oleh BPK RI.
Asyari menjelaskan bahwa alokasi keuangan tersebut tidak hanya mencakup biaya tahun 2023 tetapi juga meluas hingga anggaran tahun 2024, mencakup fase pengembangan dan implementasi SIREKAP.
Sementara itu, Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit, menekankan pentingnya transparansi dalam KPU, mendukung audit forensik terhadap sistem SIREKAP.
Fahmi menekankan bahwa jika sistem tersebut terbukti bebas dari manipulasi yang dituduhkan, hal itu dapat menghilangkan diskusi negatif yang beredar di platform media sosial. Diskusi yang sedang berlangsung mengenai potensi manipulasi data dalam sistem SIREKAP KPU telah meningkatkan kekhawatiran dan menuntut transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar dalam infrastruktur pemilihan umum di Indonesia.
Kontroversi seputar SIREKAP menyoroti isu-isu yang lebih luas terkait integritas dan transparansi proses pemilihan umum. Saat Indonesia terus memperkuat lembaga-lembaga demokratisnya, memastikan kredibilitas sistem pemilihan umum tetap menjadi hal yang sangat penting.
Komitmen KPU untuk mengekspos catatan keuangan dan sistem SIREKAP-nya kepada pemeriksaan eksternal mencerminkan langkah menuju transparansi dan akuntabilitas, yang sangat penting untuk menjaga kepercayaan dari pemilih.
Para kritikus berpendapat bahwa kontroversi seputar SIREKAP menyoroti kerentanan sistemik dalam infrastruktur pemilihan umum Indonesia, yang memerlukan reformasi komprehensif untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas.
Tuntutan untuk audit forensik sejalan dengan tuntutan untuk pengawasan dan pemeriksaan yang lebih besar guna mengatasi kekhawatiran terkait potensi ketidakwajaran dan manipulasi dalam sistem pemilihan umum.
Kompleksitas lanskap pemilihan umum Indonesia, yang diperparah oleh kemajuan teknologi dan ancaman yang terus berkembang, menegaskan perlunya perlindungan yang kokoh dan mekanisme untuk menjaga integritas proses demokratis.
Sementara inovasi teknologi seperti SIREKAP menawarkan peluang untuk menyederhanakan prosedur pemilihan umum, mereka juga menimbulkan tantangan dalam hal keamanan, transparansi, dan akuntabilitas.
Ke depan, para pemangku kepentingan harus memprioritaskan upaya kolaboratif untuk mengatasi akar penyebab kerentanan pemilihan umum, menciptakan lingkungan yang mendukung untuk pemilihan umum yang bebas, adil, dan kredibel. Menerima transparansi, akuntabilitas, dan inklusivitas adalah kunci untuk memperkuat lembaga-lembaga demokratis Indonesia dan menjunjung tinggi prinsip integritas pemilihan umum.
Sebagai kesimpulan, keputusan KPU untuk mengekspos catatan keuangan dan sistem SIREKAP-nya kepada audit eksternal mencerminkan komitmen untuk transparansi dan akuntabilitas di tengah kontroversi yang meningkat. Namun, diskursus yang lebih luas seputar integritas pemilihan umum menekankan perlunya upaya berkelanjutan untuk mereformasi infrastruktur pemilihan umum Indonesia, memastikan kredibilitas dan legitimasi proses demokratis bagi semua warga negara.
(Korlip Boltim)








