Suaranusantara.online/news
Gowa – Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Gowa, Drs.Muh.Fajaruddin, MM menuai sorotan keras dari Independen Nasional Anti Korupsi ( INAKOR) Kabupaten Gowa.
Sorotan tersebut atas maraknya pembangunan perumahan di wilayah Kecamatan Barombong yang menggunakan lahan produktif pertanian yang di lindungi Undang-Undang dan Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Perlindungan Lahan Produktif Pertanian Berkelanjutan.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Drs.Muh.Fajaruddin, MM
diduga dengan gampang dan mudah mengeluarkan lahan produktif menjadi lahan tidak produktif demi kepentingan pengusaha untuk melakukan pembangunan perumahan.
Asywar S.ST.,SH, selalu ketua INAKOR Gowa dalam keterangannya mempertanyakan perilaku Kadis Pertanian yang dengan mudahnya mengeluarkan rekomendasi bagi pengembang-pengembang untuk melakukan alih fungsi lahan diatas lahan produktif pertanian.
Menurutnya, berdasarkan hasil penelusuran setidaknya ada 8 titik yang berada di Kecamatan Barombong yakni, Kelurahan Lembang Parang 5 titik, satu diantaranya masih melakukan penimbunan yaitu Perumahan Jene’tallasa Residence III dan Desa Kanjilo 3 titik, satu diantaranya masih melakukan penimbunan yaitu Perumahan Arrain Residence II yang berada di depan Polsek Barombong,” kata Asywar saat ditemui di Warkop Naba, Jum’at (17/03/2023).
Ia menjelaskan bahwa seharusnya Dinas Pertanian Gowa harus berperan aktif dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan di masa depan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Amanat tersebut dikuatkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2P) dan Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 3 Tahun 2019.
Dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 dan Perda Gowa Nomor 3 Tahun 2019 ini diharapkan Dinas pertanian Gowa dapat menekan laju konversi lahan sawah dan mempertahankan fungsi ekologinya,” jelas Asywar.
Justru fakta lapangan, Dinas pertanian diduga yang memberi ruang kepada para pengembang untuk melakukan pembangunan tanpa mempertimbangkan kehidupan petani di masa yang akan datang.
“Artinya sekali terjadi konversi hampir mustahil bakal dikembalikan lagi untuk penggunaan pertanian seperti semula,” tuturnya.
Ia mengakui dari sisi ekonomi, alih fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian bisa memberi nilai besar. Namun, jangan karena nilai itu pemerintah jadi menutup mata terhadap lahan pertanian seberapa kecil pun nilai ekonominya.
Lahan tersebut tetap perlu dipertahankan untuk menjamin kelangsungan pangan masyarakat di masa depan dalam menghasilkan pangan bagi masyarakat secara berkelanjutan,” imbuhnya.
Ia menekankan, jika Dinas Pertanian Gowa tidak mampu menjalankan Undang-undang dan Perda Gowa Tentang Perlindungan Lahan Produktif Pertanian, Dia meminta Bupati Gowa untuk mencopot Kadis Pertanian dari jabatannya.
“Jika Dinas Pertanian Kabupaten Gowa tidak mampu menjalankan Undang-undang dan Perda nomor 3 Tahun 2019, “kami minta Bupati Gowa mencopot Kadis Pertanian dari jabatannya,” harapnya.
Ditempat terpisah, salah satu petani yang tak ingin disebut namanya mengatakan, jika pembangunan terus berlanjut dan tidak ada langkah serius dari pemerintah maka akan berdampak langsung dan tidak langsung kepada para petani.
Dampak langsungnya adalah berkurangnya lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan dampak tidak langsungnya adalah potensi banjir yang akan mengakibatkan terjadinya gagal tanam karena akses air menuju ke sungai sudah tertutup,” kata salah satu petani yang tak ingin disebut namanya.
Sementara Kadis Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Gowa, Drs.Muh.Fajaruddin, MM saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp apakah sudah ada rekomendasi dari Dinas Pertanian perihal penggunaan lahan produktif untuk pembangunan Perumahan di wilayah Barombong serta peran Dinas Pertanian dalam menjalankan perda nomor 3 tahun 2019 tentang perlindungan lahan pertanian produktif berkelanjutan, hanya membaca pertanyaan wartawan.
Team*