Suara Nusantara.online
*OPINI*
Oleh: Riki Fermana (Ketua DPD PJS Babel)
PEMBERITAAN pengerebekan yang diperhalus dengan kata “Sidak” ke salah satu kolektor Timah di desa Kebintik Kecamatan Pangkalan Baru oleh Dirjen Minerba ESDM Ridwan Djamaluddin beberapa waktu lalu, menjadi trending topik di ruang publik Bangka Belitung, baik di warung kopi, pemerintahan, antar para pegiat Pers/wartawan dan di group WhatsApp (WA).
Pro dan Kontra bukan saja terjadi antar kubu kolektor, pihak APH di Bangka Belitung sepertinya diduga terbawa dalam permainan jaringan “MafiaTambang” sang kolektor. Lebih lagi sesama masyarakat/insan pers pun terjadi saling konter berita yang menghiasi ruang publik hingga ke Medsos Facebook dan WhatsApp (WA). Kolektor bagaikan sosok “Robin Hood” yang tidak boleh diberitakan karena kekuatan yang dimilikinya.
Sang kolektor Timah pun dibuat gerah atas pemberitaan sejumlah media online di Babel yang dianggap tidak berimbang.
Puncaknya, sang kolektor Timah melalui kuasa hukum melaporkan sejumlah Pimred dan wartawannya ke Polda Babel. Alasannya wartawan dan media dianggap telah melakukan pencemaran nama baik yang bakal dijerat Undang-undang ITE.
Terlepas apapun yang dilakukan oleh kolektor Timah untuk melaporkan para pegiat Pers yang dianggap merugikan dirinya, itu merupakan hak dirinya sebagai warga negara Indonesia untuk membela harkat dan martabat meminta sedikit keadilan.
Tentunya, sebagai insan pers, satu profesi pun berkeyakinan media online dan Pimpinan Redaksi (Pimred) sudah menaikkan berita ini tentunya sudah memegang informasi yang akurat dari narasumber, data dan bukti pendukung lainnya. Dan pastinya Pimred sudah mempersiapkan diri mengklarifikasi dan bahkan membeberkan semuanya jika dipanggil menghadap Dewan Pers yang dianggap pelanggaran terhadap UU baik Pidana dan ITE.
Suatu pemberitaan yang tidak berimbang seringkali terjadi dalam sengketa pemberitaan bagi para pegiat Pers/Jurnalis Indonesia yang diadukan oleh masyarakat kepada Dewan Pers.
Disinilah kita dapat belajar proses hukum delik sengketa pemberitaan. Selain wartawan itu dilindungi undang-undang nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Tak kalah pentingnya ada perjanjian kerja sama (PKS) tentang perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum dalam kaitan dengan penyalahgunaan profesi wartawan. Kerja sama ini tertuang dalam surat Nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor NK/4/III/2022. PKS ini sebagai dasar hukum yang melindungi dan mengatur penyelesaian sengketa pemberitaan antar masyarakat dengan Insan Pers.
Jadi tidak perlu takut atau “Kededep” dalam bahasa daerah Bangka selama wartawan dan Pimrednya pegang narasumber, data, bukti dan rekaman yang cukup.
Di Bangka Belitung, wartawan dan Pimred sebuah media bukan 1 kali atau 2 kali dilaporkan oleh masyarakat atau objek berita yang merasakan dirugikan, bahkan banyak media online di Babel yang sudah dilaporkan berkali-kali oleh narasumber/masyarakat ke Dewan Pers (DP) dalam kurun satu tahun. Namun DP tidak pernah menerbitkan rekomendasi atau sejenis fatwa untuk mengkriminalisasi wartawan, meskipun diketahui media online tersebut yang dilaporkan sering kali membuat pemberitaan tidak berimbang (cover both side).
Begitulah faktanya berakhir di meja mediasi dengan meminta kepada pihak media online untuk menaikkan hak jawab pelapor.
Sebagai ilustrasi saja, seorang masyarakat yang disebut preman pun masih dilindungi oleh Dewan Pers, kendati sudah dilaporkan ke pihak Kepolisian, bahkan sempat melakukan penganiayaan dan pengancaman terhadap wartawan, padahal ada pasal menghalang-halangi tupoksi seorang wartawan sesuai dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Dewan Pers sebagai orang tuanya para pegiat Pers/wartawan masih bijak dalam memperlakukan lawan/musuh anaknya.
Tidak perlu kuatir bagi pegiat pers/wartawan selama kita sudah menjalankan tupoksinya dengan baik dan benar. DP sebagai orang tua kita tidak akan membiarkan anaknya di zholim, apalagi faktanya pemberitaan tersebut membantu pemerintah dan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam mengungkap kasus yang merugikan negara seperti kasus “Mafia Tambang” yang terjadi di Negeri Serumpun Sebagai.
Peristiwa pengrebekan yang dilakukan Dirjen Minerba ESDM di gudang kolektor Timah bukan untuk ditutupi pemberitaannya. Kendati demikian patut kita bersyukur masih ada wartawan/jurnalis yang masih “Merah Putih” berani mengungkapkan bahwa ada mafia tambang di negeri ini. Dan persoalan mafia tambang menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Hal ini dipertegas kan melalui instruksi Presiden RI Bapak Joko Widodo ditindak tegas dan untuk diungkapkan ke publik.
Nah, disinilah peran dan tugas kita sebagai pegiat pers yang harus berani mengungkapkan kebenaran dan fakta suatu peristiwa yang terjadi, bahwa di negeri Serumpun Sebagai “Mafia Tambang” sudah menguasai segala lini kehidupan di tubuh oknum Aparat Penegak Hukum, Birokrasi Pemerintahan/ASN, Sahabat Media/Wartawan, Ormas maupun lapisan akar rumput yang sudah nyaman ter-“Nina Bobok-kan oleh sang cukong Timah”.
Kendati “Cuan” sang cukong dapat membayar mahal para Pendekar Hukum (Advokat/Pengacara) untuk menuntut Pimred/wartawan atas pemberitaan dengan tuduhan pasal “Pencemaran Nama Baik” dan Undang-undang ITE, namun yakinlah selama anda benar dan cukup data dan bukti jangan gentar. “Gas Pool”, kalian tidak sendirian, masih banyak sahabat wartawan/jurnalis yang Merah Putih dan berempati.
Ilustrasinya “Sambo” seorang jenderal. Apa yang tidak ia kuasai, semua ada dari mulai cuan sampai kekuasaan, namun akhirnya ia pun jatuh dan vonis hukuman mati oleh sang Hakim. Masak Negara akan berpihak kepada seorang “cukong Timah” yang jelas merugikan negara?
Jangan kuatir sahabat Pers, kalian tidak sendirian dalam berjuang untuk membongkar jaringan Mafia Tambang karena masih banyak orang-orang yang baik dan jujur di negeri ini, serta masih “Merah Putih”. Dan kita harus yakin Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak akan kalah melawan para pelaku kejahatan seperti “Mafia Tambang”.
Selain itu, Dewan Pers tidak mudah mengatakan ini produk jurnalistik atau tidaknya, penyelesaian sengketa pemberitaan di DP ada proses tahapannya, tidak serta-merta menilai media online ini dan itu bersalah. DP bukanlah organisasi yang asalan. Mereka yang menjadi anggota DP sangat profesional, cakap, berwawasan dan tentunya mereka berpendidikan tinggi, serta dikelilingi oleh ahli Pers yang mumpuni.
DP sekarang jauh lebih baik dan bijak, tidak mudah untuk menkriminalisasi pewarta/wartawan.
Sekali lagi, kepada sahabat wartawan yang dilaporkan oleh Pengacara Sang Cukong Timah dan dipanggil oleh pihak Polda Babel ikuti saja prosedurnya. Dan kalau dilaporkan ke DP nikmati saja sebagai “Weeked” liburan berakhir pekan.
Terkait dengan pelaporan sejumlah media online ke Polda Babel, KBO Babel membuka diri bagi para pegiat Pers/ wartawan yang mau berkonsultasi dengan persoalan sengketa pemberitaan, silahkan untuk menghubungi kantor KBO Babel dan Pemerhati Jurnalis Siber (PJS) Babel siap memberikan bantuan hukum untuk mendampingi para pegiat Pers Babel dalam sengketa pemberitaan baik di Kepolisian maupun di Dewan Pers.
Teruslah semangat dan berani menjadi garda terdepan dalam menyampaikan informasi untuk membantu Aparat Penegak Hukum dalam membongkar jaringan Mafia Tambang di negeri Serumpun Sebalai. Salam Jurnalis**